Ready To Buy A Drone? Read This First! (1/2)

dji-phantom-2-vision-

So you think you are ready to buy that sophisticated and simple to control drone???

If Yes, then READ THIS FIRST! Especially for you who need to save money for it!!

Dua minggu yang lalu ketika saya baru saja menerbangkan drone, tiba2 terdengar suara sapaan seorang lelaki di belakang saya: “Selamat pagi pak, lagi main drone ya?” katanya ramah.

Karena lagi sibuk mengendalikan drone, saya hanya sempat menoleh sekilas ke seorang pemuda dengan jaket hijau salah satu ojek online yang lagi hot di masyarakat, dan sayapun menjawab tak kalah ramah:”Selamat pagi mas, iya nih lagi baru belajar an”, sahut saya.Kemudian saya kembali berkonsentrasi mengendalikan drone yang baru meluncur naik.

Dia kemudian berdiri diam memperhatikan di sebelah saya. Hal ini sudah menjadi hal yang biasa jika kita sedang bermain drone, banyak anak2 atau orang yang kebetulan lewat berdiri memperhatikan kita bermain, karena meskipun istilah drone sudah akrab di telinga masyarakat , ‘mainan’ ini masih belum terlalu umum ditemukan seperti layangan :).

Beberapa saat kemudian, tiba2 dia nyeletuk: “Wah Inspire 1 ya pak, cakep sekali ya modelnya”. Saya sejenak terkejut, lho kok si mas Ojek bisa tahu Inspire 1 segala, batin saya.

Inspire 1 termasuk drone kelas menengah atas / Professional di jajaran produk keluaran DJI (perusahaan drone paling popular di dunia, dari Shenzhen, China). Model di bawahnya yang paling banyak beredar adalah DJI Phantom 2, kemudian DJI Phantom 2 Vision + dan yang paling anyar adalah DJI Phantom 3 yang terbagi atas tiga kelas (Standard, Advance dan Professional).

Beberapa model drone di pasaran…

20150821_160431

Bukan saya menghina lho, sungguh, tetapi selama saya ‘bermain’ drone, hampir tidak pernah ada yang tahu type drone yang saya pakai, bahkan termasuk karyawan saya yang sangat dekat bersentuhan dengan teknologi. Lha ini kok si mas Ojek sungguh updated.

Setelah selesai melakukan beberapa putaran, saya segera menurunkan drone saya untuk segera menuntaskan rasa penasaran saya. Saya segera mendekati mas Ojek tadi, yang berdiri bersandar di sepeda motornya.

“Mas, kok sampeyan tahu drone yang saya pakai Inspire 1?”, selidik saya.

“Eh iya pak, saya sudah lama kepingin sekali punya yang model itu tapi belum punya duit… masih ngumpulin nih pak, nunggu rejeki”, katanya.

“Saya sebelumnya sudah pernah punya yang Phantom 2, tapi kabur kelaut ketika saya mainkan di Ancol”, katanya dengan wajah memelas.

“Lho kok bisa?”, tanya saya kaget.“Iya nggak tahu juga, tiba2 saja gak bisa saya kendalikan terus kabur. Padahal saya nabung lama dan pake jual motor serta beberapa barang kesayangan saya segala, plus ngutang untuk beli itu. Yang tersisa cuma remote dan battery nya yang masih bisa saya jual dengan harga murah”, kali ini dia tampak sangat sedih.

Setelah itu sayapun menceritakan pengalaman saya jatuh bangun… eh jatuh dan jatuhhh… dengan drone ini, dengan harapan dia jadi nggak terlalu kecewa karena ada yang jauh lebih bloon dari dia :).

Namun dari percakapan kecil itu membuat saya meneruskan tulisan saya di bawah ini, yang sudah lama ingin saya post tapi ragu2. Takut nanti saya dikira ‘kepo’ alias sok tahu mengenai dunia per-drone-an, padahal saya juga baru belajaran.

Saya memberanikan diri menuliskan hal2 di bawah ini karena animo masyarakat terhadap benda ini sangat luar biasa, bukan hanya di Indonesia, tetapi seluruh dunia. Mulai dari anak2, dewasa hingga orang tua. Mereka rata2 tertarik untuk memiliki juga. Bahkan drone ini, berdasarkan survey terhadap harapan anak2 dan juga orang dewasa di US  sebagai hadiah Natal 2014 dan Tahun Baru 2015 adalah merupakan salah satu hadiah yang paling diharapkan.

Saya adalah termasuk salah satu ABG (Anak Baru Gocap 🙂 ) yang juga sangat mengharapkan kedatangan drone saya dua tahun lalu. Sejak saya membaca mengenai DJI Phantom  dua tahun lalu itu, saya membayangkan betapa asyiknya menerbangkan dan merekam daratan dari atas sana. (Baca: Fly Like A Bird)

Saya membayangkan bisa melakukan maneuver2 yang indah, berkelok-kelok diantara object yang akan saya rekam semisal pohon, atau di antara gedung, atau di bawah jembatan seperti di film Star Wars itu (hehehehe….).

Saya pikir mestinya hasilnya akan menarik sekali. Saya pikirr…

Namun setelah memilikinya, kemudian mencobanya sendiri, kemudian mengalami kecelakaan …berkali-kali pula, dan terakhir menghilangkan Inspire 1 saya di Pantai Pulau Merah (baca: Pulau Merah Swallowed My Inspire), saya menyadari bahwa kenyataannya tidak seindah mimpi2 saya.

Banyak kejutan yang tidak saya bayangkan sebelum saya mengalaminya sendiri. Banyak hal yang tak terbayangkan menimpa saya. Oleh karena itu, saya pikir saya berkewajiban membagikan pengalaman saya ini ke pembaca semua, yang mungkin sudah ngiler2 ingin menerbangkan dronenya sendiri. Terutama tentunya, bagi yang harus menabung, apalagi harus berhutang, untuk memilikinya.

Tulisan saya ini tidak bermaksud untuk menakuti-nakuti apalagi menghalangi pembaca untuk membelinya, namun lebih merupakan sharing pengalaman pribadi agar pembaca tidak mengalami kejutan2 seperti yang saya alami. Paling tidak jika sampai terjadi, sudah lebih siap daripada saya.

Tentu saja pengalaman setiap “droner” berbeda-beda, ada yang begitu memegang remotenya, sudah langsung “click” dan meliuk-liuk seperti mimpi saya di atas. Akan tetapi, seperti kebanyakan “droner” pemula seperti saya, atau yang jam terbangnya masih cetek seperti saya juga, cukup terkejut2 setelah memiliki drone sendiri. Hal ini bisa dilihat dari indikasi banyaknya drone yang jatuh rusak di salah satu authorized dealer DJI.

Saya harap setelah membaca share saya di bawah, pembaca bisa membayangkan sendiri seperti apa sih tingkat kemudahan/kesulitannya.

Saya menuliskan pengalaman saya di bawah ini berdasarkan pengalaman menggunakan DJI Phantom 2 Vision +, DJI Phantom 3 dan DJI Inspire 1 yang pada saat ini sangat terkenal di antara para “droner”.

Jika dirasa ada yang kurang tepat, mohon komentar para “droner” canggih yang sudah sangat banyak di Indonesia ini.

1. Drone bukan mainan

Jika pembaca mencari di youtube dengan kata kunci drone atau DJI Phantom, maka akan banyak ditemukan video2 yang menayangkan drone diterbangkan seperti mainan. Ada yang menerbangkannya di dalam rumah, ada pula yang ceritanya baru menerima kiriman drone langsung membuka dan menerbangkannya tanpa perlu belajar lagi. Mudah sekali.

Beberapa video lain bahkan juga memperlihatkan ibu2 yang sudah berumur jauh lebih tua dari saya menerbangkan drone, seolah-olah mainan saja. Namun sebenarnya penggunaan drone yang tidak semestinya bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Baca tulisan saya sebelumnya (The Good and Scary Things Drone Can Do).

Pertama, propeller drone yang berputar sangat kencang, meskipun terbuat dari plastic yang lentur, begitu mengenai tubuh kita akan sama akibatnya dengan tergores pisau. Salah satu yang pernah merasakannya adalah penyanyi kondang Julio Iglesias yang mencoba menangkap drone selagi terbang dan akhirnya melukai tangannya.

Selain itu, kalau sampai drone jatuh di keramaian, bisa melukai orang yang tertimpa, apalagi jika sampai jatuh di jalan raya / toll bakal menimbulkan kecelakaan fatal.

Bayangkan saja jika kita sedang mengemudi mobil di atas 60 km/jam di jalan toll tiba2 ada benda tiba2 jatuh menghantam kaca mobil kita, apa yang akan terjadi? Bagaimana kalau kecepatan saat itu 100 km/jam atau lebih? Semoga ini hanya khayalan saya saja…

Oleh sebab itu diantara komunitas penghobby drone sangat rajin menghimbau pengguna drone agar berhati-hati menerbangkan drone. Hanya perlu satu kejadian fatal saja, maka penggunaan drone seluruh dunia bakal dilarang. So, FlySave.

Saya juga tidak menyarankan memberikan hadiah drone ke anak2 tanpa pengarahan dan pengawasan yang seharusnya, kecuali mini/micro/nano drone yang hanya bisa terbang beberapa puluh meter saja.

2. Mengendalikan drone tidak semudah kelihatannya

Drone yang pertama saya miliki, hanya berumur 5 menit sebelum menabrak dinding dan mematahkan cameranya. Ini adalah akibat terpengaruh video pengguna drone di youtube yang mendemonstrasikan kemudahan mengendalikan drone.

Pada awalnya saya pikir hal ini terjadi karena karena koordinasi tangan dan otak saya yang sudah melambat oleh factor U(sia). Akan tetapi, ketika beberapa waktu lalu saya bertemu dengan beberapa pengguna drone yang jauh lebih muda dari saya, ternyata mereka juga mengatakan hal yang sama. Seneng dah saya jadi ada temennya…:).

Selain itu ketika saya mampir ke salah satu Authorize Dealer DJI di Lippo Karawaci, saya terkejut melihat banyaknya drone berbagai jenis yang bergelimpangan karena jatuh atau menabrak gedung/pohon.

Lalu… mengapa hal ini bisa terjadi?

Di bawah ini saya akan menguraikan sebabnya.

Gerakan drone pada dasarnya dikendalikan oleh tuas di remote control seperti di bawah ini.

Remote DJI Phantom

Remote

 

Tuas kiri berfungsi untuk menaik turunkan…

Screen Shot 2016-02-19 at 10.57.43 PM

… dan memutar drone.Screen Shot 2016-02-19 at 10.58.03 PM

Tuas kanan untuk memaju mundurkan… 

Screen Shot 2016-02-19 at 10.58.32 PM

… dan menggeser drone kekanan kekiri.Screen Shot 2016-02-19 at 10.58.46 PM

Mudah sekali kan?

Sebenarnya memang sederhana sekali, hanya naik turun, maju mundur, kanan kiri dan berputar… mirip seperti dansa poco poco gitu deh wkwkwk…

Ya memang sesederhana dan semudah itu.

Lalu, kenapa kok saya katakan tidak sesimple itu?

Jika kita hanya menerbangkannya naik turun, maju mundur dan kanan kiri saja sih gampang, apalagi jika jarak penerbangannya masih dalam jarak pandang kita. Tetapi jika sudah melibatkan maneuver2 berputar dalam lingkaran, membuat angka delapan atau mengilingi object seperti misalnya Monas (Monumen Nasional) dengan camera tetap menghadap Monas, sembari pelan2 memutarinya… itu tidak semudah yang kita bayangkan. (Note: pada update software terbaru sdh ada fitur POI, Follow Me dll fitur menarik lainnya).

Karena pada saat kita bermaneuver, banyak hal terjadi.

Maksud hati sih memutar drone pelan2 supaya bergerak maju, tetapi akibat pada saat menggeser tuas tidak tepat lurus ke depan dan atau signal terputus2 antara remote dengan drone, menyebabkan posisi moncong drone tidak seperti yang kita harapkan. Yang lebih parah, kadang kita lupa moncong drone sedang menghadap kemana (meskipun ada compass di layar kita).

Nah pada saat moncong drone sedang miring maka menaikkan tuas remote dengan maksud hati memajukan drone lurus ke depan, malah menyebabkannya bergerak miring.

Screen Shot 2016-02-19 at 10.59.01 PM

Apalagi jika tanpa kita sadari moncong drone terbalik menghadap kita, maka menaikkan tuas bukannya memajukan pesawat (menjauhi kita) tetapi malahan memundurkan pesawat (mendekati kita). Demikian pula sebaliknya.

Pada kondisi kita sedang tenang dan drone dalam jarak pandang kita,  semua ini akan dengan cepat kita kuasai. Yang masalah biasanya ketika kita sedang panic dan drone tidak tampak, ceritanya bakal berbeda sekali. Misalnya ketika kita menerbangkan drone terlalu dekat dinding atau object yang akan kita video, gerakan sedikit saja ke tuas remote bakal menabrakkan drone ke object yang kita video.

Atau ketika tiba2 drone oleng karena tiupan angin yang sangat keras atau tiba2 object yang kita video bergerak mendekat. Misal sedang ngedrone binatang, atau orang main skate board atau sepeda. 

Oleh karena itu banyak kerusakan drone yang terjadi hanya karena kecelakaan yang sepele dan tidak terbayangkan.

3. What You Get Is Not What You See…

Lohhh…maksude gimana itu? Biasanya kan What You See Is What You Get, lha kok ini kebalik? Hehehe…tenang pembaca… tenang dulu :). Ini bukan factor negative kok, namun pembaca perlu tahu impactnya.

By default, untuk kelas Phantom, remote DJI Phantom hanya menyediakan clamp / pegangan untuk smartphone, artinya layar untuk memonitor pergerakan drone hanyalah selebar kurang lebih 4” – 6”.

Display Phantom

Atau jika pembaca rajin ke Mangga Dua, bisa menggantinya sendiri dengan clamp untuk tablet seperti iPad / Note 8” sehingga video yang tampak lebih besar.

Display Phantom 2

Sedangkan untuk kelas DJI Inspire 1, clamp nya bisa untuk smartphone maupun tablet.

Display Inspire

Nah, untuk DJI Phantom, video yang ditayangkan dilayar smartphone berasal dari remote yang dipancarkan secara wireless. Hal ini menyebabkan resolusi video yang ditampilkan, tidak sedetail/sehalus yang bisa ditangkap oleh camera DJI.

Dengan layar smartphone yang lebarnya hanya antara 4 – 6”, dan dengan ketinggian pengambilan gambar yang sangat tinggi maka apa yang kita lihat tampak kecil. Hal ini diperparah oleh pantulan sinar matahari pada layar handphone, maka sulit sekali bagi kita (paling tidak mata saya) untuk mengendalikan Phantom.

Selain itu, kita bisa mengalami masalah memperkirakan jarak antara drone dengan object yang kita video hanya berdasarkan gambar dua demensi yang tampak di layar. Hal ini menyebabkan saya pernah menabrak pohon ketika mencoba melakukan maneuver mendekati pohon, sehingga brakkk sekali lagi nabrak dah…

Jadi, bayangan bahwa sebelum membeli drone nantinya saya akan melakukan maneuver2 di sekitar obyek seperti pohon, gedung, jembatan atau apa saja yang akan kita video, ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Belum pula ditingkahi signal video yang sering putus2, ini factor yang paling mengganggu.

Inspire 1 memberikan pengalaman yang lebih baik, karena video di stream ke smartphone/tablet dengan resolusi yang jauh lebih tinggi melalui kabel (bukan secara wireless seperti Phantom). Namun demikian, apabila kita bermain di luar ruangan, apalagi dengan kondisi matahari bersinar terang, tetap saja susah sekali melihat gambarnya. Kecuali jika kita berteduh di bawah pohon atau bangunan. Namun berlindung di bawah apalagi di dalam bangungan menyebabkan signal ke drone terhalang / terganggu oleh tempat kita berteduh, serba salah deh.

Oleh karena itu beberapa produsen membuat semacam  pelindung layar smarphone atau kita juga bisa membuat sendiri menggunakan karton untuk menghalau sinar. Atau… menggunakan FPV Glass yang diproduksi Sony, atau Epson seperti di bawah.

Dari beberapa model yang pernah saya pakai, saya rasa Epson Moverio ini yang paling enak digunakan.

Epson Moverio

Epson Moverio

Terus apa maksudnya What You Get Is Not What You See?

Hmmm… meskipun pada saat menerbangkannya, gambar yang kita lihat di screen amburadul, karena resolusi rendah atau karena silau, tetapi hasil rekamannya tetap amazing… seperti yang bisa pembaca lihat bertebaran di youtube. Benar2 high quality…

Jadi jika pembaca berharap bisa meliuk-liukkan drone di antara object2 dengan hanya mengandalkan apa yang tampak di layar smartphone, saya rasa pembaca perlu jam terbang yang lama, dan siap2 ‘menghancurkan’ beberapa drone terlebih dahulu…wkwkwkwk…

4. Bermainlah di tempat yang lapang dan aman

Seperti saya singgung di atas, banyak video di youtube yang menggambarkan kemudahan mengendalikan drone, mulai dari anak2 hingga kakek nenek. Ada yang mencobanya di lapangan, banyak juga yang di dalam rumah.

Tetapi itu hanyalah sebagian kecil dari video yang berhasil, selebihnya yang hancur atau hilang ketika pertama kali menerbangkannya, tidak banyak yang menceritakannya. Salah satunya adalah apa yang saya alami.

Ketika dua tahun lalu anak saya membawanya dari US, sesampai di rumah, saya sedang tidur siang. Saya tahu setelah istri saya memberitahu bahwa anak saya sedang mencoba drone di ruang tamu, dan tangannya berdarah kena propellernya.

Saya ketika itu sempat mengomel :”Ngawur aja kenapa kok main di ruang tamu”, dan melanjutkan tidur siang saya.

Sore setelah saya bangun, saya lihat drone yang tadi dimainkan anak saya, tergeletak di atas meja. Meskipun itu yang pertama kali saya memegangnya, saya seperti sudah sangat familiar dengan benda ini, karena saya sudah selesai membaca manual dan menonton lebih dari 20 video tutorialnya. Mantep kan… Jadi saya merasa yakin sekali saya akan bisa mengendalikannya.

Saya segera membawa ke teras rumah, sambil deg2an karena tidak sabar, saya terbangkanlah. Waktu itu karena sedang hujan, saya menghidupkan drone di bawah balkon lantai 2, sehingga drone tidak menerima signal GPS. Namun karena saya hanya ingin menerbangkannya sebentar, cuma ingin merasakannya, maka meskipun signal GPS tidak ada, drone tetap saya terbangkan. Nekat_mode = ON.

Untuk sesaat drone berhasil take off dengan baik, beberapa detik kemudian karena tidak ada signal GPS, drone pelan2 bergerak ke kanan. Saya kaget karena pergerakan ini, benar2 tidak menduga, tuas remote secara mendadak saya geser remote ke kiri eh…drone bereaksi spontan….wezzz cepat sekali ke kiri, saya lebih kaget lagi, secara reflex saya geser tuas ke kanan… wuuzzz…secepat kilat ke kanan, saya geser lagi ke kiri… tapi entah tuas yang mana… 🙂

Saya benar2 tidak ingat lagi menggeser tuas mana setelah itu, yang saya ingat tiba2 …. brakkkk …. drone menabrak tembok … kratak… kratakk…kratatakkkk….

Terdengar suara keras propeller menghantam dinding… hancurrr… sehancur hati saya ketika itu… Duhhhh…. gimana gitu rasanya… sakitnya itu disini, pembaca…

Saya panic, mencoba mematikan drone melalui remote, tetapi  tidak mau mati, suara kratakkk… kratakkkk… tetap terdengar, dan hal ini semakin membuat saya panic. Karen tidak mati2 dan saya takut semakin hancur, akhirnya saya samperin, dan saya angkat untuk saya matikan secara manual dengan menekan tombol baterainya…baru mati.

Namun jantung saya berdetak keras, keringat bercucuran… duhhh… sial bener.. Saya perhatikan drone yang baru berumur 5 menit itu…haizzz….baling2nya patah… dan cameranya juga patah jadi 2 bagian.

Setelah memeriksa kerusakan drone saya, baru saya sadari kaki dan tangan saya juga luka karena libasan propeller ketika mematikan drone tadi….

Itu semua terjadi kurang dari 5 menit untuk benda yang saya tunggu berbulan-bulan… dasar gemblung :(.

Jadi saran saya jangan ikut2an yang di youtube itu, bawalah ke lapangan luas, syukur2 sedang sepi, dan berlatihlah. 

5. Tidak banyak tempat menerbangkannya di kota besar

Ketika saya memutuskan untuk membelinya, saya juga sudah memikirkan dimana nanti saya akan memainkannya. Ini perlu pembaca perhatikan juga, karena jika tidak, drone akan lebih sering nganggur di rumah daripada kita terbangkan.

Lokasi untuk menerbangkan drone di kota besar tidak banyak, kecuali kita hanya ingin main2 dengan terbang rendah dan tidak terlalu jauh. Lha terus buat apa beli drone sekelas Phantom apalagi Inspire yang bisa menjangkau hingga 2 km dan ketinggian 500m.

Kalau berencana terbang tinggi dan jauh, di perkotaan agak susah, karena signal wifi, transmitter TV dan GSM yang banyak bertebaran di mana2, mengganggu signal antara remote dengan drone. Selain itu gedung2 juga akan menghalangi koneksi dengan drone, sehingga seringkali kita kehilangan kontak dengan drone. Ini sangat mengganggu pengambilan gambar, dan tentunya membuat kita jantungan.

Saya kebetulan tinggal di daerah Joglo, Jakarta, yang dilewati kabel tegangan tinggi dan merupakan daerah favorite untuk meletakkan pemancar TV (mungkin ada 10 pemancar TV di daerah saya), belum ditambah dengan menara/tower operator telpon. Sehingga Phantom yang saya terbangkan sering sekali kehilangan signal, bahkan berkali-kali jantung saya hampir copot karena drone selama lebih dari 5 menit tidak ketahuan rimbanya.

Sebagai contoh Inspire 1 saya, hanya mampu terbang hingga 1 km, kemudian signalnya sudah pasti batuk2 dan putus. Padahal Inspire 1 mampu terbang hingga 2km, bahkan beberapa droner sudah pernah menerbangkan hingga 3.2 km dan bahkan 4 km jauhnya.

Jadi penting sekali memilih lokasi yang lapang dan aman, jika tidak ingin jantungan atau kehilangan barang kesayangan ini.

 

6. Bersambung ke bagian kedua: saya akan membahas mengenai bagian yang paling penting, di antaranya: Cost of ownership drone yang tidak semurah labelnya, Ritual menerbangkan drone, beberapa hal lain, dan yang paling penting adalah bagaimana Local Supportnya…

click disini untuk melanjutkan…

 

Salam,

Guntur Gozali,

http://www.gunturgozali.com

Jakarta, Siloam – Kebon Jeruk,

Kamis, 18 Feb 2016, 23:15

7 thoughts on “Ready To Buy A Drone? Read This First! (1/2)

  1. Uraian yang menarik pak Guntur….. saya menikmati dulu pengalaman anda karena memang sudah ada rencana untuk membeli drone. Walaupun karena kesibukan pekerjaan, tertunda terus

  2. Asik dan seru juga ya om ceritanya, hehe.. Saya baru punya P3P om, sebelumnya mainan sama syma x5c-1, trus naik ke syma x8c, nah sekarang make p3p.. Bisa kasih saran/rekomen gadget yang cocok dan enak untuk live viewnya om? Saya pake Mi4i masih putus2/nge-lag videonya..

  3. Saya juga penggila ventem bos. Saya tinggal di Kepri. Batam. Awal saya pegang drone adalah saya belajar pke syma x5. Yg maenan itu. Gak apa2. Itu berguna untuk menyinkronkan otak kita dgn tombol2 remote ventem. Klo udah jago terbangin syma x 5 . Lanjut ke ventem gmpng. Gk perlu jam terbang tinggi. Intinya klo pke ventem tuh sama kaya naik Lamborghini. Jadi bnyk kemudahan. Yg penting kita tenang dan focus. Coba gabung bos di FB kami ” Komunitas Multicopter Tanjungpinang ” bnyk pideo pideo hasil kreasi kmi. Ok bos juga bisa share hasil video bos ok bos….selamat ngedrone

  4. Pengalaman saya pertama menerbangkan drone di dalam rumah , karna sudah keburu nafsu pengen cepat terbang…… beruntng dji masih bisa ketangkap pada saat terbang liar tanpa gps , rasanya bukan main ……

    Saya setuju ssekali drone bukan mainan, perlu tahapan u fly,

    Salam

  5. om… saya jg newbie nih. kebetulan lagi nyari artikel kenapa drone bisa terbang sendiri (diluar kontrol/transmiter), kebetulan nemu artikel om ini. saya pakai yg murah aja jjrc h26wh, saya mainin di depan rumah ketika baru pencet tombol one key flight-nya awalnya baling2 muter dan drone tetap ditempat tapi tiba2 saja dia terbang sendiri dgn kencang ke atas samping padahal tuas throtle terbang belum saya naikkan… alhasil drone (untungnya) nyangkut berputar2 di kabel telepon dan jatuh setelah saya tarik kedua tuas ke arah kanan bawah bersamaan. dicek propeler 2pcs bocel2. ganti pakai propeler cadangan dan terulang kembali hanya kali ini drone tiba2 terbang tinggi banget keatas (sama kasusnya padahal baru pencet tombol one key flight aja tanpa menaikkan tuas throtle ke atas). kira2 ini disebabkan oleh apa ya om?

  6. Ulasan yang berimbang…
    Ini sangat memberi informasi bagi yang akan membeli drone… terutama buat hadiah anak tercinta…
    Seringnya orang Indonesia mengabaikan faktor usia minimal pemakaian drone (14tahun ke atas ya pak?)

    Jadi saya rasa tulisan Bapak sangat membuat imbang dengan publikasinyoutube yang menggoda…

    Terima Kasih

    Salam Hangat,

    Agung Setiawan
    Gadget Enthusiast

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s