Komentar Dikit Napa… :) (3/4)

Karena pada dasarnya orang seneng pamer, termasuk saya. Orang suka menceritakan keberhasilannya, termasuk saya. Orang suka menjelaskan, termasuk saya. Orang suka dihargai, dihormati, didengar, diangguk-anggukin, dipuji, dimanusiawikan, di……termasuk saya.

See…don’t ever be afraid to ask or to speak or to state your mind.

PLEASE, listen to your parents, listen to your teacher, listen to your senior, because somehow you will learn from them. Because…they live longer than you do. If you don’t like with what you listen about, then trash it into you trash bin, bereskan? J.

Kelima, mungkin ini penjelasan yang paling panjang, adalah karena kesalahan sistim pendidikan kita.

Uppsss…nekattt….nyalah2in guru/dosen yang Pahlawan Bangsa itu???

Saya sama sekali tidak menyalahkan beliau2 yang terhormat, yang sudah mendidik kita semua sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini, sama sekali tidak, tetapi saya menyalahkan system pendidikan kita yang menyebabkan kita seperti sekarang. Lho kok bisa?

Ya bisa, pokoke bisa! Hehehehe…just kidding…guyon…:)

Yuk mari kita telaah bersama apa yang saya alami terhadap pendidikan putera saya sebagai berikut.

Pada tahun 1999 pada saat krisis ekonomi mendera Indonesia, dan setelah terjadi kerusuhan besar di Jakarta serta beberapa kota lain di Indonesia, saya beserta keluarga sempat hengkang selama setahun ke Batam. Yah betul, Batam yang berdekatan dengan Singapore itu. Ketika itu Batam adalah salah satu dari 3 tempat yang dianggap paling aman untuk berbisnis selain Denpasar serta Manado.

Saya mengangkut hampir 25 orang staff yang baru saja saya recruit sebelum terjadinya kerusuhan dan kami membangun perusahaan IT untuk melayani perusahaan2 di Singapore, yang ketika itu sedang sibuk menyambut berkembangnya dunia maya / internet. Sementara itu di Indonesia juga sedang sibuk, tapi sibuk bakar2an :).

Nah pada saat saya mendarat di pulau itu, saya bingung mencari sekolahan yang bagus buat putera saya, Ivan. Batam yang ketika itu dicanangkan oleh Pak Habibie untuk menjadi pesaing Singapore, ternyata tidak dilengkapi dengan infrastruktur yang baik, salah satunya adalah sarana pendidikan yang sangat penting bagi saya.

Setelah mencari kesana kemari tidak juga menemukan sekolah local yang baik, atas saran teman yang tinggal di Batam, saya akhirnya menyekolahkan putera saya di sebuah Elementary School berbasis kurikulum Singapore.

Nah disini menariknya. Pada suatu ketika, saya iseng2 melongok hasil kerja putera saya selama di sekolah. Di antara berlembar-lembar hasil kerja dia, salah satunya adalah pekerjaan menggunting dan menempel. Saya rasa hampir semua anak sebaya putera saya sekarang pernah melakukannya, kecuali generasi iPad yang tinggal drag n drop :).

Saya perhatikan ada yang aneh dengan penilaian gurunya. Saya perhatikan hasil tempelan anak saya kacau balau, dia disuruh menempel potongan anggota badan ke pola yang sudah ada di kertas. Gambar tangan, kaki, kepala, berserakan tidak karu2an. Namun nilainya GOOD.

Pada lembar yang lain, untuk tugas yang sama, nilainya Very Good. Sampai dengan lembar terakhir, rasanya lembar ketiga atau keempat, nilainya Excellent.

Hmm…NGACO! EDAN!! Ini gurunya bener2 bloon. Duh udah bayarannya mahal, gak bisa kasih nilai yang bener…aduhhh….sebel bener dah.

Hal ini ternyata mengganggu pikiran saya, sampai akhirnya saya tidak tahan dan saya sempatkan menanyakan ke gurunya. Namun penjelasan yang saya dengar benar2 membuat saya terperangah dan membukakan mata saya sehingga saya berani mengambil kesimpulan ada yang salah dengan sistim pendidikan kita seperti yang sebutkan di atas.

Nah penasaran kan dengan apa penjelasan si guru itu??

Continue to Part 4…

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s