Selama beberapa saat suasana menjadi hening ketika Romo / Pastur yang memimpin misa di Gereja Katholik Pantai Indah Kapuk melemparkan pertanyaan tampak sangat sederhana:
“Mampukah bapak/ibu menciptakan mukjijat?”
Semua terdiam, hening, tidak ada yang berani mengangkat tangan. Melalui pandangannya Romo menyapu seluruh ruangan, mengulang pertanyaannya pelan-pelan : “Mampukah bapak/ibu menciptakan mukjijat?”
Terus terang saya termasuk yang terdiam. Saya mencoba mencerna dan menjawabnya, tetapi saya tidak tahu jawabannya…
Mampukah saya menciptakan mukjijat?
Hmmm…gimana ya caranya mengubah air jadi anggur…atau menyembuhkan orang buta menjadi melek lagi….atau berjalan di atas air????
Beberapa saat setelah si Romo menyapu pandangan ke seluruh ruangan tanpa ada yang berani menjawab, beliaupun melanjutkan kotbahnya:
“Pagi tadi saya berpapasan dengan seorang anak. Begitu melihat saya, dia langsung berlari-lari mendekati saya dan mengucapkan kalimat yang tidak pernah saya duga:
“Romo…Romo, Romo tahu nggak kalau wajah Romo seperti tukul?”
Umat yang tadinya diam pun jadi grrrr….
“Saya kaget… lha kok wajah saya disamakan dengan Tukul toh? Namun kelanjutan perkataan bocah ini membuat saya terkejut:
“Saya paling senang deh kalau lihat wajah Romo, hati saya jadi bahagia sekali”, begitu kata si bocah…”
“Saya pikir hari itu saya telah membuat mukjijat. Wajah saya yang jelek ini ternyata telah membuat orang lain menjadi senang dan bahagia.”
“Apa itu bukan mukjijat namanya? Itu adalah mukjijat bpk/ibu… Itu adalah mukjijat.”
Itulah secuil cerita si Romo mengenai mukjijat yang telah dia ciptakan.
Romo kemudian melanjutkan kotbahnya, dan saya terpana akan uraiannya yang menurut saya sangat menarik untuk saya tulis dan bagikan.
Romo mengatakan bahwa mukjijat itu tidak harus sesuatu yang luar biasa, tidak harus sesuatu yang hebat atau heboh, bukan dengan mengubah air menjadi anggur, bukan pula dengan membelah samudra atau berjalan di atas air atau… melayang di udara.
Sesuatu yang sederhana bisa menjadi mukjijat bagi orang lain, bahkan tanpa kita sadari bahwa kita telah melakukannya.
Saya jadi teringat pernah membaca cerita mengenai seseorang yang telah kehilangan semangat hidupnya dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan membunuh diri sendiri. Ketika dia sedang berjalan pulang ke rumah untuk melaksanakan niatnya, di tengah jalan dia bertemu dengan seekor anak kucing di pinggir jalan. Anak kucing ini mendekati dia sambil menggosok-gosokkan badannya ke kaki orang itu.
Tindakan si anak kucing yang sedemikian lemah, yang sedemikian butuh pertolongan, membangkitkan kasihan dan semangat melindungi dalam dirinya, dan yang lebih penting lagi membuat dia merasa dibutuhkan. Diapun pelan2 mengangkat anak kucing itu, membawanya pulang dan memeliharanya. Akhir cerita, membuat dia mengurungkan niatnya untuk membunuh diri sendiri.
Si anak kucing ternyata sudah membuat mukjijat…betul tidak pembaca?
Romo melanjutkan kotbahnya dengan mengatakan bahwa syarat untuk kita bisa merasakan atau menciptkan mukjijat amatlah sederhana:
Pertama, jika kita berani bersyukur dan membuka hati di dalam hidup kita.
Setiap hari mukjijat terjadi di dalam hidup kita, jika kita mau bersyukur dan membuka hati. Sejak bangun dari tidur, kita masih bisa bernafas itu mukjijat, bisa berdiri ke kamar kecil itu mukjijat, bisa kencing juga mukjijat (betul nggak, coba kalau sampai mampet J), bisa sarapan itu juga mukjijat lho….demikian seterusnya… Hmmm…ternyata banyak ya mukjijat dalam hidup kita.
Kedua, ketika kita mau keluar dr diri kita sendiri.
Kita bisa merasakan atau menciptakan mukjijat kalau kita mau meninggalkan ego kita. Mau menjadi pribadi yang berani berbagi. Mau saling memaafkan, saling mengerti. Lebih memperhatikan istri, anak, keluarga dan juga orang lain.
Dengan dua hal tersebut di atas, Romo mengatakan bahwa kita akan sering merasakan mukjijat dan juga menciptakan mukjijat di dalam hidup kita.
Saya mengangguk-anggukkan kepala, penjabaran yang sangat sederhana dan masuk akal. Dan saya berjanji dalam hati untuk membagikannya ke para pembaca semua dengan harapan semoga ada di antara tulisan saya yang bisa menjadi mukjijat bagi pembaca terhormat.
Kita semua memiliki 5 roti dan 2 ikan di dalam hidup kita.
Marilah kita bagikan.
Salam,
Guntur Gozali,
Jakarta, Kebon Jeruk,
Minggu, 2 November 2014, 18:30
Picture: http://www.faith-book.info
Inilah yang dikatakan sebagai “spiritualitas keseharian”, kelihatan sederhana dan tidak harus “menghebohkan”, tetapi mempunyai makna yang tidak sederhana.
Kita patut belajar mengapresiasi sesuatu yang kelihatan tidak istimewa dalam ukuran manusia masakini namun sesungguhnya itu adalah fakta penyertaan Allah yang begitu besar atas kita semua.
Orang-orang kecil, sederhana, tidak pintar, tidak mengagumkan, sesungguhnya juga senantiasa melakukan perkara besar dimata Tuhan, dan DIA menghargai setiap ketekunan dan kesetiaan yang dilakukan dalam nama-Nya.
Ajakan kepada kita semua untuk menghargai setiap orang tanpa melihat status, kekayaan, dan prestasinya semata.
lebih tepat nya keajiban kayanya gan.
http://rzlfotocopy.com