Angels Landing Trail Puncak Kedua (12:10)
Saya tidak menceritakan mengenai keraguan ini ke anak2 saya, karena saya takut mempengaruhi mereka.
Namun tentu saja keputusan saya adalah meneruskan perjalanan…kalau tidak, tentu tidak ada postingan ini ya :).
Setelah memutuskan untuk terus, meskipun saya tidak terlalu yakin bagaimana nanti perjalanan pulangnya, saya mulai menapak pinggiran tebing terjal itu:
Semakin dekat, medan yang tampak di depan mata semakin mengerikan…
Di puncak gunung itu, jika kita zoom, tampak rombongan hikers yang sudah selesai mencapai puncak dan dalam perjalanan pulang. Dari jauh, mereka tampak turun dengan santai, menapaki tebing curam yang pada titik tertinggi, di satu sisi tingginya 1400 kaki (426.72 m) sedang sisi yang lain sekitar 800 kaki (243.84 m).
Perhatikan trail yang akan mereka lalui, dan pinggiran tebing itu….bagi pendaki amatiran seperti saya, tentu sangat mendebarkan jantung…. :).
Di kejauhan tampak beerapa orang sedang menuruni puncak Angels Landing
Beruntung foto di atas juga baru saya ketahui setelah saya memilih-milih foto untuk di post di sini. Foto ini adalah hasil jepretan anak saya Calvin yang cameranya sanggup menjangkau jarak sejauh itu. Membawa camera dengan lensa panjang merupakan tantangan tersendiri, kebanyakan hikers hanya menggunakan mobile phone.
Membawa camera DSLR dengan lensa panjang sangat mengganggu pendakian, karena secara reflek kita akan berusaha untuk melindungi kamera dari benturan bebatuan yang kita panjat, hal ini menyebabkan tangan kita tidak bebas. Beberapa kali, tanpa sadar saya melepaskan pegangan ke rantai karena camera saya berayun hampir menabrak dinding batu, tindakan ini amat sangat berbahaya setelah kita sadar.
Namun pengorbanan dan kesulitan membawa camera itu menurut saya terbayar dengan pemandangan luar biasa yang diberikan Tuhan yang Maha Luar Biasa. Dan dengan camera berlensa panjang, banyak foto mendebarkan jantung yang bisa kita ambil, contohnya seperti jepretan anak saya di atas.
Selangkah demi selangkah kami daki juga yang katanya puncak terakhir itu, mudah2an bener kali ini, kalau tidak waduh…tidak tahu lagi saya …
Nama Angels Landing sendiri ternyata ada ceritanya. Konon katanya pada tahun 1916 satu group yang terdiri atas 4 orang (F. Fisher, V Fischer, E. Bingham, C. Hirshi) ketika memandang monolith raksasa di depan mereka, Frederick Fisher mengatakan “Only an Angel could land on it”. Dan sejak itu tempat itu diberi nama Angels Landing. Nama lain yang juga pernah diberikan untuk tempat itu adalah “El Gobernador”, istilah Spanyol untuk menghormati William Spry.
Beberapa hikers sedang beristirahat
Setiap kali kelelahan kami berhenti dan mengambil foto
Puncak yang masih harus kami daki
Jalur miring dengan rantai penyelamat
Beriringan menyusuri tebing miring
Ivan menuntun saya seperti menuntun anak kecil 🙂
Calvin berpose di tempat yang tidak umum 🙂
Menyusur bebatuan yang berpasir
Menikmati pemandangan yang luar biasa indah
Detik-detik akhir mendaki puncak terakhir Angels Landing
Setelah melalui tanjakan ini sampailah sudah di puncak Angels Landing…
Tempat saya berdiri mengambil foto di atas adalah merupakan puncak terakhir pendakian ke Angels Landing, tapi belum merupakan tujuan akhir. Maksud saya puncak terakhir karena setelah ini tidak ada lagi tanjakan yang harus di daki.
Oleh karena itu….foto2 dulu ahhhh…:) …
Narsis dadakan …
Narsis lagi …hehehe….
Selama pendakian ini, selain pikiran saya dipenuhi kekhawatiran apakah bisa menyelesaikan perjalanan naik dan juga turun, juga saya kepikiran istri dan anak saya Steven yang tidak bisa kami hubungi, sementara schedule kami sudah jauh meleset.
Kami beberapa kali menengok hp kami, tapi tidak ada signal sama sekali. Tetapi ketika tiba di puncak gunung batu, di lokasi yang sangat terasing ini, justru Ivan mendapatkan signal handphone….:).
Lagi assyik texting di puncak Angels Landing
Setelah mengambil gambar di sekitar tebing, kami melanjutkan perjalanan melalui medan yang berupa punggung gunung batu yang agak melengkung namun datar. Di ujung dataran melengkung inilah akhir Angels Landing.
Punggung bukit agak melengkung
Pada pukul 13:24, setelah mendaki kurang lebih 3 jam 20 menit, dengan berhenti berkali-kali, kami akhirnya…mencapai ujung dari Angels Landing.
Inilah penampakan Angels Landing yang legendaris itu.
Fiuuuhhh…akhirnya….mampu juga saya menyelesaikan pendakian edan ini. Saya tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaan saya. Sungguh luar biasa…luar biasa senang…luar biasa magnificent pemandangan yang disuguhkan di depan dan sekeliling saya.
Meskipun masih ada perjalanan pulang yang menghantui saya, untuk sementara saya bisa mengalahkan keraguan yang berbulan-bulan menghantui saya. Saya juga senang melihat Ivan dan Calvin menikmati pendakian yang tadinya kami ragukan ini. Hanya sayang, istri dan anak terkecil saya tidak bisa merasakan apa yang kami rasakan saat itu.
Di puncak (sebenarnya bukan puncak, tapi ujung tebing batu) beberapa orang duduk2, ada juga yang tiduran, mungkin sama seperti saya, mensyukuri keberhasilan mencapai titik itu. Sebagian lagi mengambil foto sekeliling yang luar biasa indahnya.
Pemandangan alam dari puncak Angels Landing
Kami sudah tidak lagi sempat merasakan capek. Tidak ada sedikitpun keinginan untuk duduk atau beristirahat lagi. Yang ada hanya jepret sana jepret sini seakan-akan takut ada yang terlewat. Seperti anak yang baru memperoleh hadiah permen, kami berpindah-pindah dari satu sisi ke sisi lain.
Kami pun jadi kumat narsisnya…lha untuk sampai disana pertaruhannya nyawa, jadi harap dimaklumi ya pembaca yang tercinta, terpaksa saya post2 foto diri yang wajahnya sudah gak karu2an ini.
Berpose seperti yang dilakukan oleh Ivan dan Calvin di bawah ini tampak seperti biasa saja ya…tapi sesungguhnya berdiri di pinggir tebing setinggi 1488 kaki (454 m) benar2 mendirikan bulu roma, apalagi kadang2 angin bertiup kencang…brrrr….
Selama saya memotret anak2, saya berubah menjadi seperti nenek2 aja kelakuannya, sebentar2 meneriaki mereka untuk tidak terlalu pinggir… Lha gimana coba, selain memang mengerikan, angin juga kadang bertiup dengan kencang.
Tapi… coba lihat seorang Ibu dari Korea itu (berbaju biru muda), dengan gagah berani dia berdiri sangat dekat dengan tepi jurang sambil membentangkan tangan…
Pose nekat seorang ibu dari Korea
Hmmm…sempat terpikir untuk mencoba pose seperti itu, tapi perut saya tiba2 serrrr…terus terang saya tidak berani….
Unforgettable moment
Angels Landing, 8/23/2014 – 1:32 AM
Berpose seperti juga cukup mendirikan bulu roma, karena batu yang kami pijak itu kurang lebih 15 derajat miring ke bawah, yang jika kepleset sudah tidak ada critanya lagi untuk bisa bernafas (lihat foto di bawah).
Panah merah di bawah menunjukkan posisi kami berdiri
Terimakasih pak ,sudah share pengalaman mendebarkan ini.Saya sendiri seorang nenek yg berumur 71 th,tapi juga sukanya hiking.Beberapa kali saya hiking di US ini , tapi tidak seperti Angels yg mendebarkan ini.Trail2 yg biasa saja,seperti Yosemite,Grand Teton,Mt.Mac Kinley dsb.yah,kadang ada juga yg mirip sedikit.Sebab memang dari kecil,kalau lihat gunung , hati saya rasanya ayem.Tidak ada orang yg bisa saya ajak sharing pengalaman seperti ini, teman2 saya tidak ada yg tertarik.Mereka malah menganggap itu hal yg gila,sia2 saja.Jadi tiap kali saya habis hiking dan lihat hal2 yg mendebarkan hati,pemandangan alam yg luar biasa bagusnya,matahari yg hampir terbenam diantara lembah dan gunung semua pengalaman ini saya simpan dalam hati,paling kita ber3 dengan suami dan anak yg bisa merasakannya.Anak saya yg cewek juga bilang “mau liat batu sama daun lagi?kok nggak bosen2 sih?”
Jadi sharing pak Guntur benar2 membuat saya senang,sebab rasanya saya bisa mengeluarkan rasa senang saya,oh ada juga yg “senasib” seperti saya,hiking amatiran.
Saya yakin dan bisa membayangkan,yg difoto itu sangat terbatas dengan apa yg pak Guntur liat dengan mata kepala sendiri,yg pasti lebih luas jangkauannya.Lebih seram,lebih mendebarkan,lebih bagus.
Hiking saya yg terachir sudah 2 th yg lalu di Alaska
,jadi membaca pengalaman bapak,rasanya sudah pingin melakukan lagi,tapi belum ada kesempatan.Semoga Tuhan masih memberi umur panjang dan kesehatan yg baik supaya saya bisa hiking lagi.
Yth Ibu yang sangat luar biasa,
Terima kasih Bu atas komentar yang luar biasa ini. Saya sampai merinding membaca komentar Ibu.
Pertama, karena ternyata ada juga yang mengomentari catatan perjalanan saya ini. Seperti yang Ibu katakan, saya juga baru menyadari kalau topik ini tidak banyak yang tertarik (terlihat dari jumlah pembaca posting saya ini dibanding topik lain yang saya tulis seperti misalnya topik teknologi :).
Kedua, saya jadi malu, saya yang jauh lebih muda dari Ibu, kalah jauh pengalamanan hikingnya dibanding Ib :).
Ketiga, komentar Ibu ini memberikan saya semangat untuk hiking ke tempat2 lain yang Ibu sebutkan di atas :).
Memang betul yang Ibu katakan, lukisan alam yang Tuhan ciptakan itu hanya bisa kita nikmati jika berada di lokasi, sulit sekali menggambarkan KELUAR BIASAAN ciptaanNYA itu. Hanya dengan berada di tempat, dekat dengan ciptaanNYA, baru kita merasakan betapa indah, dan luar biasanya semua itu.
Saya doakan Ibu diberikan kesehatan, kekuatan dan kesempatan untuk menjelajahi ciptaanNYA dimanapun juga.
Salam,
speechless pak. Outstanding that u’ve made such a difficult hike. Please post ur grand canyon pictures too. Next u might try hiking in arizona during spring. U can only do it during spring coz it’s not hot n u can see dessert flowers during that time 😀
Put this hike into your dream list trip Tob… 🙂 …and then share your own experience.
Yes I plan to post all the pictures, but I can’t promise when…wkwkwkwk…
Rgds,