A Trip to Komodo Island: Pulau Rinca (final part)

Day 7:

komodo 2Pagi ini saya terbangun dengan pikiran penuh khawatir. Bagaimana tidak, sejak dini hari sekitar pukul 3 pagi, hujan turun dengan sangat derasnya, dan belum ada tanda2 berhenti ketika saya bangun sekitar pukul 6:30 pagi itu.

Rencana perjalanan hari ini adalah mengunjungi si actor utama tulisan saya ini, yaitu si Mister Komodo J. Hari ini kami mengalokasikan waktu seharian untuk melihat hewan prasejarah ini hidup di habitat aslinya di Pulau Rinca. Ya Pulau Rinca, bukan Pulau Komodo yang terkenal itu.

Terus terang saya juga tidak tahu secara pasti alasan kenapa sebagian besar orang yang saya tanya menyarankan kami untuk ke Pulau Rinca saja daripada ke Pulau Komodo. Rata2 mengatakan bahwa jumlah Komodo di Pulau Rinca lebih banyak daripada di Pulau Komodo, sehingga lebih mudah ditemui.

Namun beberapa orang mengatakan bahwa perjalanan ke Pulau Komodo lebih jauh daripada ke Pulau Rinca jika kita berangkat dari Labuan Bajo. Hanya saja alasan ini tidak berlaku bagi kami yang tidak berangkat dari Labuan Bajo, tapi dari Pulau Sebayur yang jaraknya ke Pulau Rinca maupun Pulau Komodo hampir sama jauhnya. Jadi setelah bertanya ke kapten kapal yang akan membawa kami pagi itu dengan jawaban sama, akhirnya ke Pulau Rincanalah kami memutuskan.

Ketika kami selesai sarapan dan bersiap-siap untuk berangkat pagi itu, hujan sudah mereda, namun mendung tebal masih tampak mengancam disana-sini. Kapal motor yang akan kami gunakan, yang juga kami pakai untuk diving, tampak basah disana-sini. Si kapten tampak tidak care mengenai hal ini, mungkin karena biasanya membawa divers yang tidak takut air itu :).

0 Rinca

Perjalanan dari Pulau Sebayur ke Pulau Rinca memerlukan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Selama perjalanan kami selalu dibuat khawatir oleh ancaman hujan yang bisa turun sewaktu-waktu. Saya berkali-kali mengatakan kekhawatiran saya ini ke istri saya, karena kalau sampai di Pulau Rinca sampai turun hujan, jalanan bisa berlumpur dan licin. Padahal kami diberitahu ada beberapa pilihan track nantinya, mulai dari 15 hingga 2 jam berjalan kaki.

Kegalauan hati kami tidak berlangsung lama, karena sekitar sejam perjalanan yang cukup bergelombang, tiba2 kapten kapal menunjuk-nunjuk ke satu arah. Awalnya saya tidak mengerti apa yang dimaksud, namun setelah diberitahu, sontak seluruh keluarga berebut ke ujung kapal. Ternyata jauh di depan kapal kami tampak beberapa sirip lumba2 J.

Dolphin

Saya rasa hampir seluruh keluarga kami dan juga pembaca pernah melihat lumba2, bahkan mungkin sudah pernah menyentuh badannya di Ancol atau di SeaWorld Singapore atau Negara lain. Namun melihat secara langsung mereka bermain-main di habitatnya merupakan suatu kejutan yang sangat menyenangkan. Hampir semua dari kami kesenangan melihat pemandangan yang tidak pernah ada di daftar acara kami ini :). Hal yang sama terjadi lagi keesokan harinya dalam perjalan kami kembali ke Labuan Bajo untuk menuju airport.

Sekitar satu setengah jam sejak meninggalkan Pulau Sebayur mulai tampak pulau kecil di sekitar Pulau Rinca, hingga akhirnya tampak dermaga kecil Pulau Rinca yang sudah dilabuhi beberapa kapal.

1a Rinca 1b Rinca 1c Rinca 1d Rinca 9b 1e Rinca 9c 1f Dermaga Pulau Rinca 1g Dermaga Pulau Rinca

2 Gerbang Rinca

Kami segera turun ke dermaga dengan pikiran akan diterima oleh petugas loket atau apa di dermaga itu. Namun kami kecelik, selain beberapa awak kapal yang sedang menunggu penyewanya, kami hanya diterima oleh si Mr. Monkey yang tampak menyeringai menunggu kami memberi makan :).

2b Mr MonkeyKami sempat kebingungan karena ternyata di gerbang dermaga itu tidak ada loket, bahkan tidak ada petugas sama sekali. Hanya tampak beberapa anak kapal yang duduk di pinggiran dermaga, sama sekali tidak peduli dengan kedatangan kami. Setelah saya tanya ke mereka dimana membeli tiket barulah mereka memberitahu bahwa tiket dibeli di dalam.

Kamipun segera masuk beriringan melewati jalan setapak yang becek disana-sini. Disisi kiri kami terdapat dinding landai dari sebuah bukit, sedangkan disisi kanan terdapat hutan bakau yang masih menyisakan air laut dari pasang semalamnya.

3 Jalan setapak masuk

Tanpa berpikir apa-apa kamipun beriringan melenggang melalui jalan setapak sekitar 1.5 m lebarnya itu. Ketika baru berjalan kurang lebih 100 an meter kami melihat seekor komodo sedang bergerak pelan-pelan ke arah kami. Kamipun ribut menunjuk-nunjuk komodo sembari sibuk memotret.

Selagi kami hendak bergerak mendekati si Komo, dari arah berlawanan datang serombongan wisatawan asing yang dipandu oleh dua orang Ranger (istilah pemandu disana) yang membawa tongkat bercabang di ujungnya.

Pemandu terdepan segera mengusir komodo yang sedang bergerak mendekati kami dengan tongkat bercabangnya. Sementara ranger kedua menanyakan kami kenapa kok berjalan tanpa pemandu, yang tentu saja dengan mudah saya jelaskan. Lha gimana mau pakai pemandu, wong seekor manusiapun tidak ada yang berjaga di dermaga.4 komodo di jalan masuk

Ketika akhirnya salah seorang ranger memutuskan untuk menemani kami, dia menjelaskan betapa berbahayanya kondisi kami saat itu, berjalan berombongan tanpa seorang ranger pun menemani kami. Saya terkejut sekali mendengar penjelasan dia, mengingat tampang si Komo yang lugu dan gerakannya yang ‘klunak-klunuk’ itu :).

Salahnya juga saya kok tidak mencari informasi secukupnya mengenai sifat si Komo yang ternyata bisa mengejar mangsanya dengan kecepatan yang mengagumkan dan jika mengigit mangsanya maka puluhan macam bakteri yang terkadung di air liurnya bisa melumpuhkan seekor kerbau ratusan kilo. Sedangkan sifatnya yang tampak ‘klunak-klunuk’ itu sebenarnya menunggu kita lengah, jika kita lengah atau membelakangi doi, mak clakeppp digigitnya udah dehh…

Mendengar penjelasan di ranger itu, kamipun mengomel panjang pendek kenapa kok bisa di dermaga tidak ada orang sama sekali. Lha kalau sampai kami tidak bertemu dia dengan rombongannya, saya rasa kemungkinan besar si Komo bisa menyerang, karena hanya komodo yang sedang kelaparan yang berkeliaran seperti itu, yang kenyang pasti berlindung di bawah pepohonan untuk menghindari panasnya sinar matahari.

Kekurangan ranger yang tersedia untuk memandu wisatawan memang menjadi salah satu issue di sana, terutama pada puncak liburan atau ketika beberapa rombongan datang berbarengan. Selain hal itu, jika melihat kondisi tempat mereka bekerja dan jenis pekerjaannya yang mereka lakukan memang bukan jenis yang akan menarik anak muda ingin menjalani profesi itu, kecuali memang benar2 pencinta binatang.

Kami kemudian melanjutkan perjalanan kami menuju kantor balai taman Komodo yang berjarak kurang lebih 300 an meter dari dermaga melalui tanah yang basah entah karena hujan atau genangan air laut.

Kami masih sempat melihat seekor komodo lainnya yang tiba2 kulo nuwun melintasi jalan setapak yang kami lalui, dan kemudian setelah kami lewati dia tidur2an di tengah jalan. Kamipun berfoto2 dengan latar depan/belakang si doi lagi berjemur matahari.

Kali ini, setelah mengetahui sifat si Komo, kami jadi ‘wir-wiren’ (takut-takut) ketika berpose di depan si Komo, takut jika sampai si doi bangun, berlari dan … menggigit pantat kami wkwkwkwk…

5 komodo leyeh2 2

Sesampai di kantor balai taman komodo, kami segera membayar tiket yang ternyata terdiri atas karcis tanda masuk lokasi obyek wisata seharga Rp. 20.000,- per orang yang akan disetorkan ke Pemda Manggarai Barat, karcis pengambilan gambar yang dikenakan per kamera seharga Rp. 5.000,- per unit kamera kecuali HP, biaya jasa pemanduan seharga Rp. 50.000,- untuk seorang pemandu, dan karcis masuk pengunjung Taman Nasional Komodo seharga Rp. 2.500,- per orang yang disetorkan ke pemerintah pusat karena Komodo merupakan Taman Nasional.

6 6b 7 8

Biaya yang bermacam-macam ini tampak sangat membingungkan namun menurut saya masih masuk akal kecuali biaya yang dikenakan terhadap kamera, yang tampak sangat mengada-ada. Emangnya orang pergi ke obyek wisata hanya ingin melihat-lihat saja, tentu saja juga ingin mengabadikan keindahan atau keunikan tempat itu. Lagipula jika foto2 itu dipost dimana-mana, maka akan semakin banyak orang yang tertarik untuk datang.

Sedangkan tiket Rp. 20.000,- yang ditarik oleh Pemda setempat sempat dikeluhkan oleh ranger yang mendampingi saya selama menjalani long track hari itu. Dia mengatakan bahwa Pemda hanya bisa menarik tiket dengan menempatkan satu orang petugas disana, namun sama sekali tidak berperan serta memperbaiki fasilitas atau berusaha mempromosikan komodo.

Saya juga baru tahu kalau suatu tempat atau obyek wisata sudah berstatus Nasional seperti halnya Taman Nasional Komodo, maka pengawasan dan pengembangannya berada di bawah pemerintah pusat. Pemda hanya nebeng mengutip pajak daerah saja. Entah benar atau tidak informasi ini, namun inilah info yang saya peroleh dari ranger yang menemani saya.

Segera setelah urusan perkarcisan beres, kami digiring menuju sebuah papan yang menggambarkan 3 pilihan track yang bisa kita pilih, yakni Short track sekitar 15 – 30 menit perjalanan, Medium track sekitar 30 – 60 menit perjalanan dan Long track sekitar 1.5 sampai 2 jam perjalanan.

9 Pilihan trackKamipun berunding singkat dengan hasil saya dan keponakan saya, Christian mengambil long track, sedangkan sisanya mengambil short track. Saya sudah berusaha memanas-manasi yang lain untuk ikutan long track yang hanya 1.5 – 2 jam namun tidak ada yang tertarik rayuan saya :p. Apalagi sejak dari awal ranger2 yang menemani kami berusaha untuk mengarahkan kami untuk TIDAK mengambil jalur long track, yang kemudian baru saya ketahui kenapa.

Ketika kami dalam keadaan belum yakin akan keputusan kami, si ranger berulang kali mengatakan bahwa jalur long track licin, berbatu-batu dan naik turun bukit. Serta… tidak ada jaminan kami akan bertemu komodo, jadi mereka tidak ingin dipersalahkan kalau sampai tidak melihat komodo.

Perihal tidak bertemu komodo ini tidak hanya di Pulau Rinca, ternyata juga bahkan di Pulau Komodo juga demikian. Bahkan menurut ranger yang menemani kami, kemungkinan bertemu komodo di Pulau Rinca lebih besar daripada di Pulau Komodo, padahal selama kami disana total komodo yang kami temui hanya sekitar 10 ekor dari populasi yang katanya 2000+. Entah sedang belanja kemana yang 1990 lebih itu :).

Ketidak pastian bertemu komodo ini sempat saya tanyakan kenapa kok tidak ditangkap saja beberapa agar supaya wisatawan yang jauh2 datang tidak sampai kecewa tidak bertemu komodo. Menurut si ranger, dulu komodo2 di Pulau Komodo diberi makan oleh penduduk, kemudian banyak complaint dari berbagai lembaga perlindungan hewan atu sejenisnya untuk membiarkan komodo itu hidup bebas di habitatnya tanpa campur tangan manusia, which is I am agree. Namun semestinya tetap ada beberapa ekor yang dipelihara agar supaya tidak sampai orang sudah jauh2 datang tidak bisa menikmati wajah dan sosok si komo secara langsung, tulll gak?

So, setelah kami memutuskan untuk membagi rombongan menjadi dua, maka kamipun berpisah. Saya berdua dengan keponakan saya mengambil jalur long track, sedangkan yang lain mengambil jalur short track. Yang mungkin menjadi pertanyaan pembaca tentu sama dengan saya, apa bedanya short, medium dan long track?

Hal ini juga saya tanyakan ke ranger yang akan menemani saya, jawabannya: beda di lama perjalanan, pak! What?? Hanya di lama perjalanan?? Aduhhh masa iya, track itu dibedakan menjadi tiga hanya berbeda lama perjalanan, aneh bener. Saya pikir jawaban si ranger ini karena dia malas aja menemani saya berjalan 1.5 – 2 jam, makanya dia mengatakan semua sama saja. Namun kenyataannya memang sama saja wkwkwkwk….kecuali, nah ini yang perlu pembaca ketahui, kecuali suka memotret pemandangan. Kalau tidak, lebih baik ambil yang short track saja.

Bagian awal long track adalah melalui jalan setapak di antara tanaman bakau yang jalanannya becek disana-sini, beberapa kali saya sempat hampir terpleset karena licin. Kemudian mulai melewati jalur berumput yang terus mendaki. Saya yang sudah tidak pernah olahraga ini beberapa kali harus ditunggu oleh ranger dan keponakan saya yang tubuhnya sangat prima itu, tapi biarpun seperti kura2 tetap bisa mengikuti wkwkwk….

Long track 1

Sekitar 30 – 45 menit perjalanan, kami tiba di puncak bukit dengan pemandangan yang lumayan indah. Disana-sini hanya tampak padang savanna dengan latar belakang laut membiru. Saya beberapa kali harus berhenti, berpura-pura mengambil foto padahal karena terengah-engah kehabisan nafas hehehehe….

Long track 1a

Long track 2

Long track 4Long track 3Setelah tiba di “puncak” bukit yang tidak seberapa tinggi itu, kami beristirahat 10 menit di bawah sebuah pohon yang cukup rindang sembari menikmati pemandangan alam. Pulau Rinca sangat irit pohon, semuanya hanya savanna yang membentang.

Long track 5 Long track 6 Long track 7 Long track 8 Long track 9 Long track 10

Setelah nafas sudah tidak memburu lagi, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuruni savanna yang disana-sini dihiasi oleh “kotoran kerbau”. Iya bener ketoran kerbau. Memang sejak awal saya sudah heran, kok bisa banyak sekali kotoran kerbau disana-sini, namun di puncak bukit, saya menemukan lebih banyak lagi kotoran kerbau. Yang paling menjengkelkan, si kerbau suka sekali membuang kotorannya di jalan setapak sehingga saya harus hati2 untuk tidak menginjaknya :). Heran bener, padahal tempat dia membuang kotoran luasnya minta ampun, kok memilih di tengah jalan setapak.

Saya sempat bertemu beberapa kubangan tempat kerbau mandi lumpur, dan bahkan bertemu dengan si Mr. Kebo sedang leyeh2. Ketika kami hendak mendekat, sontak di Mr. Kebo langsung berdiri seakan-akan kami ini komodo yang hendak memakannya :).Kerbau

Coba bayagkan, kerbau sebesar itu bisa dilumpuhkan oleh seekor komodo. Coba bayangkan kalau kita yang diserang…amit amit dehhh…

Beberapa saat setelah itu kami bertemu dengan komodo kecil pertama selama perjalanan kami, namun si Komo hanya melintasi jalur yang akan kami lalui dan langsung ngacir ketika kami mendekat.

Kami terus berjalan menurun dan melalui beberapa parit yang becek hingga akhirnya tiba di sebuah sungai yang sering digunakan sebagai tempat berkumpulnya kerbau pada musim panas. Kami beristirahat sejenak disini.

jalan becek

DSC06858

Ranger kami menerangkan bahwa tempat itu adalah titik perburuan paling favorite bagi Komodo, karena pada musim kemarau, hanya di parit itu air masih tersisa dan kerbau suka berkubang disana. Ketika kerbau berkubang, saat itulah komodo2 datang menyerang. Pinter juga.

DSC06857Setelah beristirahat kurang lebih 5 menit, kami melanjutkan lagi perjalanan kami. Kali ini kami berjalan di daerah teduh di antara pepohonan yang cukup rindah, namun jalanan sebagian besar tetap becek dan licin.

Ketika sedang melewati lapangan rumput, terdengar suara monyet berteriak-teriak di kejauhan. Ranger kami mengatakan bahwa monyet adalah hewan paling baik, karena dia memberitahu kita kalau ada komodo, katanya begitu :). Tapi memang benar, setelah mendekati suara monyet2 itu, tampak seekor komodo sedang melenggang masuk di antara pepohonan.

Kami kemudian juga melalui sarang komodo tempat dia bertelur dan mengerami telurnya. Melewati sebuah pohon yang di batang pohonnya ditempeli tulang belulang kerbau hasil pesta si Komo.

Long track 11

Beberapa saat setelah kami tiba di komplek perumahan yang disediakan untuk staff yang bekerja disana. Ketika kami tiba, sudah ada sepasang turis asing dari Jerman sedang memotret 4 komodo yang sedang berkeliaran di bawah sebuah rumah panggung.

komodo 1b

Saya beberapa kali ingin sekali mendekati salah satu komodo yang paling besar, namun selalu dilarang ranger yang menemani kami, karena gerakan komodo yang tampak lamban itu bisa berubah sangat cepat dan aggressive. Jadi saya tidak bisa mendapatkan foto2 yang memuaskan. Berikut beberapa foto si Komo:

komodo 1c komodo 2 komodo 3 komodo 4 komodo 5Salah satu komodo tampak seperti lumpuh, tergeletak tidak berdaya. Ternyata menurut ranger kami, keempat kakinya patah akibat berkelahi dengan komodo lain, dan akhirnya tidak bisa bergerak sehingga harus diberi makan oleh staff penjaga disana. Kasihan :(.

komodo 6Anak saya juga sempat melihat seekor komodo nakal naik ke rumah panggung dan mencoba mengobrak-abrik teras rumah disana. Setelah diusir, si komodo langsung melenggang menuruni tangga dan pergi :).

Komodo di rumah pendudukSetelah beberapa saat mengambil foto si Komo, kami kemudian kembali ke post semula setelah hampir 2 jam melalui jalur long track dengan selamat. Keluarga saya sudah tampak bosan menunggu karena jalur short track yang mereka tempuh hanya memerlukan sekitar 15 – 30 menit perjalanan, sehingga mereka sudah menunggu hampir 1 jam lebih.

Saya segera mencuci sepatu saya yang sudah tidak kelihatan lagi modelnya karena lumpur yang menempel, beristirahat sejenak dan kembali ke kapal motor di dermaga.

Saya yang tadinya menyesalkan turunnya hujan semalaman, harus bersyukur hal itu terjadi. Saya tidak membayangkan betapa panasnya long track yang saya lalui tadi jika langit tidak mendung dan tanah tidak bekas hujan. Tuhan memang selalu memahami apa yang terbaik bagi kita, bukan begitu :).

Selebihnya tidak ada yang istimewa yang perlu saya ceritakan kecuali beberapa foto di bawah. Kami tiba kembali di Pulau Sebayur, beristirahat, makan malam, packing, dan keesokan harinya diantar kembali ke Labuan Bajo untuk kembali ke Jakarta.

RInca 4 Rinca 5 RInca 6 Rinca 7 Rinca 7b Rinca 8 RincaTulisan ini adalah bagian kelima dan terakhir dari catatan perjalanan saya ke Komodo, tempat yang telah menjadi berita di seluruh dunia itu. Fiuhhh… betapa lega akhirnya selesai juga setelah sebulan, ya sebulan baru selesai. Sebenarnya jika tidak perlu saya lengkapi dengan foto2, saya yakin satu atau dua minggu sudah selesai. Namun memilih, mengedit, memberi nama, mengupload dan mengaturnya di webpage benar bagian yang paling memakan waktu.

Sebelum saya selesaikan, berikut beberapa tips yang mungkin berguna bagi yang hendak mengunjungi Mr. Komodo:

  1. Perjalanan ke Komodo cukup melelahkan bagi turis local dari Jakarta, karena tidak ada direct flight ke Labuan Bajo. Oleh karena itu jika ingin mengajak anak2, persiapkan masak2, terutama ketika harus naik turun perahu motor. Terutama yang tidak tahan dengan mabok laut, jangan lupa bawa antimo.
  2. Jika tujuan ke Komodo ‘hanya’ untuk melihat Komodo, pertimbangkan baik2 untuk juga memasukkan tempat2 lain yang bisa dikunjungi dalam satu trip. Karena kalau lagi sial, bisa2 kita tidak ketemu Komodo sama sekali, padahal cukup setengah hari saja untuk itu.
  3. Jangan menggunakan referensi orang asing untuk mencari tempat menginap atau dive club yang terbaik, karena preference nya berbeda dengan kebiasaan kita.
  4. Jika hendak mencoba liveaboard, pilihlah kapal dengan kamar ber AC, kecuali memang sudah terbiasa hidup seperti adventurer itu.
  5. Bawa sebanyak mungkin pakaian ringan. Celana pendek dan kaos paling tepat.
  6. Bawa obat gosok seperti Autan atau pengusir nyamuk lain.
  7. Bawa payung kalau bepergian di musim hujan
  8. Bawa sun-screen lotion dengan SPF paling tinggi karena mataharinya luar biasa terik. Dan kalau berencana mengadakan foto keluarga, jangan lakukan setelah kesana, pasti, saya jamin, pasti gosong semua :).
  9. Enjoy

Semoga keseluruhan tulisan saya yang sangat panjang itu tidak membosankan pembaca, namun sebaliknya saya harapkan bisa memberikan masukan yang berharga agar jika pembaca berminat berkunjung sudah lebih siap. Maafkan jika terlalu detail dan bertele-tele karena saya khawatir ada hal2 penting yang terlewat. Dan terima kasih atas pembaca yang mensupport saya untuk tetap menyelesaikan tulisan ini.

Salam

6 thoughts on “A Trip to Komodo Island: Pulau Rinca (final part)

  1. Salam hangat dari banjarmasin pak gun, saya senang baca tulisan bapak yang menurut saya sangat inspiratif. Kalau boleh usul pak, untuk tulisan travel mohon bisa diinfokan gambaran biaya yg bpk keluarkan pak. Supaya kalau nanti saya ingin liburan juga dgn tujuan yang sama sudah ada bayangan berapa biaya yang harus saya persiapkan… Mudah2an bapak berkenan. Hehehe

    • Salam hangat pak Antung, bagaimana kabar Banjarmasin? Saya baru dari sana bulan lalu, mborong Lontong Orari, Nasi Kuning, Ikan Patin untuk di bawa ke Jakarta wkwkwkwk…
      Saya pikir untuk biaya bisa dengan mudah dilihat di google, jadi tidak saya tuliskan. Takut dikira pamer nantinya :). Tapi coba nanti saya cari bukti2 pembayarannya untuk saya lengkapi :).

  2. Bravo…you did finish the Komodo Sequel beautifully, two thumbs up for pak Guntur! I love most with the last sequel…especially on terms of: do’i; klunak-klunuk and clakep…you remind me with old style javanese ways to tell a convincing story while imagining your mimic of becoming our bed time story teller…he..he..he…
    Shortly, I enjoy all version of your articles sir…those are entertaining!
    thanks a lot

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s