A Trip to Komodo Island: A New 7 Wonders of Nature (part 1)

Komodo

Siapa yang tidak pernah mendengar istilah Komodo? Saya rasa hampir sebagian besar umat manusia yang melek teknologi pernah mendengarnya, apalagi dengan kehebohan pemilihan New 7 Wonders of Nature yang votingya dilakukan secara online, beberapa waktu lalu.

Tulisan saya ini merupakan catatan perjalanan saya bersama keluarga selama seminggu, dari tanggal 22 – 28 Desember 2012, mengunjungi beberapa tempat di sekitar Pulau Komodo.

Semoga catatan perjalanan ini tidak membosankan dan memberikan info2 yang diperlukan untuk mereka yang berencana mengunjunginya. Saya memilihkan lebih dari 100 foto supaya lebih mudah membayangkannya.

——————————————

Menurut Wikipedia, Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Komodo berada di sebelah timur Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape.

Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Hingga Agustus 2009, di pulau ini terdapat sekitar 1300 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang, jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.

Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan pewarna pakaian, pohon nitak ini atau sterculia oblongata di yakini berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong.

Pulau Komodo juga diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, karena dalam wilayah Taman Nasional Komodo, bersama dengan Pulau Rinca, Pulau Padar dan Gili Motang.

Meksipun sudah banyak yang mendengar nama Komodo, namun seorang teman saya pernah tanya dimana letaknya:”Itu di Kepulauan Seribu kan?” Hehehehe… So supaya tidak salah, saya tunjukkan letakkan menggunakan Google Maps berikut:

Komodo Map 1 Komodo Map 2 Komodo Map 3 Komodo Map 4 Komodo Map 5 Komodo Map 6

——————————————————————————————

Day 1:

Tit tit tit tit…samar2 saya dengar suara alarm saya berbunyi berulang kali. Duhh rasanya malas banget mau menggerakkan tangan untuk mematikan alarm sialan yang tidak tahu diri itu. Mata saya masih berat sekali karena baru bisa tidur hampir pukul setengah dua pagi karena harus beberes baju dan peralatan selam yang harus saya bawa pada trip saya ke Komodo hari ini.

Tit tit tit tit tit…alarm saya masih tidak mau menyerah untuk membangunkan tuannya dari tidur yang sangat lelap itu. Errghhhh….akhirnya saya paksakan juga membuka mata dan meraih HP saya. Duhhh jam berapa sihh… Begitu saya melihat HP saya, uppsss..…ternyata sudah pukul 3:00 pagi. Weleehh…kok udah pukul 3:00 padahal prasaan baru merebahkan kepala, cepet amat ya… berarti saya baru tertidur sekitar 1.5 jam saja ketika itu.

Setelah melihat jam di Hp yang sudah pukul 3:00, saya bergegas bangun karena masih ada beberapa peralatan yang belum saya masukkan koper, merapikan dan menggembok koper, serta membangunkan anak2.

Saya segera mencuci muka seadanya, membereskan charger2 dan baterai kamera yang saya charge sejak semalam sebelumnya. Kami harus segera berangkat ke airport paling lambat pukul 3:45 untuk mengejar jadwal pesawat kami pukul 5:30.

Kami meninggalkan rumah sekitar pukul 4:00 pagi terlambat dari rencana saya yang seharusnya sudah jalan pukul 3:30. Kami tiba di airport kurang lebih pukul 4:20, 10 menit sebelum check in counter ditutup sesuai aturan 1 jam sebelum keberangkatan. Kami memasukkan ke bagasi 8 koper super besar yang lebih dari separohnya merupakan peralatan diving :).

Setelah mengantongi boarding pass, dan menunggu beberapa waktu di ruang tunggu, akhirnya perjalanan yang sudah saya nanti2kan selama lebih dari 6 bulan itu berlangsung juga. Kami, bersembilan, dengan mata ngantuk namun hati penuh bayangan kegembiraan, duduk tenang di kursi pesawat untuk tinggal landas menuju airport Denpasar.

Penerbangan menuju Pulau Komodo tidak ada direct flight dari Jakarta. Seluruh maskapai penerbangan tidak menyediakan rute ini, karena airport Labuan Bajo, kota terdekat dengan dengan Pulau Komodo, hanya mampu didarati oleh pesawat perintis kelas menengah kecil. Oleh karena itu, penerbangan ke Labuan Bajo harus melalui transit di Denpasar untuk berganti pesawat berbaling-baling ke Labuan Bajo.

Setiba di Denpasar, kami diminta untuk menuju bagian transfer penumpang yang counternya benar2 tidak representative. Counter  transit berada di bagian belakang airport, tepat di sebelah kanan sebelum kita memasuki ruang pengambilan bagasi.

Calon penumpang berjejalan tidak beraturan di counter yang hanya dijaga oleh 2 orang pegawai Merpati yang menangani proses pencatatan tiket secara manual. Beberapa wisatawan asing tampak kebingungan melihat antrian ala Indonesia itu, beberapa menggeleng-gelengkan kepala atau mengangkat tangan tanda tidak tahu harus bagaimana.

Bagian Transfer Ngurah RaiDuhh…saya jadi malu sekali. Inikah Airport International yang merupakan tujuan wisata seluruh dunia itu? Beginikah cara kita menyambut wisatawan asing yang terpesona dengan iming2 keindahan alam Bali dan the New 7 Wonders itu? Haizzz….

Sebenarnya saat ini sudah ada beberapa maskapai penerbangan yang memiliki rute Jakarta – Denpasara – Labuan Bajo, di antaranya Garuda, Merpati Nusantara Airline, Lion Air, Trans Nusa dll. Namun ketika itu karena kami mengejar schedule diving, kami memilih MNA yang belakangan saya beri julukan baru yaitu Mbencekno Nusantara Airline itu (Mbencekno = Membencikan :)).

Kenapa kok demikian? Kok berani2nya saya mengubah nama penerbangan ini tanpa slametan dan mandi air kembang 7 warna segala…hehehehe… Saya rasa sebagian yang pernah menumpang maskapai penerbangan ini ke Labuan Bajo pasti tahu kenapa.

Pertama, dua minggu sebelum keberangkatan, kami dikirimi sms bahwa pesawatan lanjutan dari DPS – LB, yang seharusnya berangkat pukul 9:30 pagi, didelay menjadi pukul 11:30. Ini menyebabkan schedule Liveaboard kami kacau, dan akibatnya jadwal diving kami juga jadi berantakan.

Kedua, setiba kami di DPS, yang tepat bersamaan dengan pemindahan ke bandara baru, schedule yang sudah ditunda itu ditunda lagi tanpa ancer2 pasti kapan berangkat. Sehingga sekali lagi kami kebingungan mengatur penjemputan di Labuan Bajo dan schedule diving kami.

Saya sempat dua kali menanyakan ke petugas dilapangan, dijawab pesawat masih dalam persiapan. Ketika setelah 3 jam ditanya lagi jawabannya masih sama, menunggu persiapan pesawat. Saya yang keheranan dengan lamanya persiapan ini menyanyakan ulang apakah pesawat sudah di Denpasar atau belum? Dijawab sekali lagi dengan nada ketus bahwa pesawat masih dalam persiapan.

Untuk jawaban ketus itu saya sempat mengomeli seluruh petugas di lapangan untuk menjaga tone bicara mereka. Saya katakan bahwa kami sebagai penumpang adalah pihak yang paling dirugikan dengan keterlambatan ini, jadi nada suara tinggi bukanlah hal yang ingin kami dengar saat itu. Akhirnya semua menundukkan kepala tanpa sepatah katapun, mungkin mereka pikir: Mending diam daripada melayani customer edan satu ini :). Haizz…haizzz…

Penantian kami baru berakhir sekitar sekitar pukul 14:00, setelah hampir habis kesabaran dan darah kami karena digigiti nyamuk hutan di airport baru itu, ketika terdengar pengumuman boarding bagi penumpang ke Labuan Bajo. Seluruh penumpang berebut menaiki pesawat seakan-akan takut ketinggalan.

Saya segera memberitahu pihak penjemputan bahwa kami telah boarding, dan akan tiba 1.5 jam kemudian. Namun saya sudah tidak bisa lagi memikirkan rencana diving hari itu yang sudah berantakan karena Mbencekno Airline ini.

Pesawat ke Labuan BajoKetiga, hal yang menyebabkan saya berani mengganti nama MNA seenak jidat, karena setiba di LB, tas peralatan diving salah satu keponakan saya tidak ditemukan, bersama dengan beberapa penumpang lainnya. Kami mencari-cari hingga pesawat yang kami tumpangi tadi terbang lagi. Jiahhhh…..menyebalkan sekali.

Pak Frans, penjemput saya dari DiveKomodo, yang mengatur 3 hari pertama penyelaman saya berucap:”Yah bapak sih naik Mbencekno Airline, kenapa gak yang lain? MNA memang sering telat dan ketinggalan koper penumpang pak?”.

Lahhh….saya yang sudah jengkel malah tambah jengkel lagi. Sekalian deh si Frans yang selama ini mengatur jadwal saya, saya omelin juga:”Lha kok nggak bilang! Kan Bpk yang tahu kondisi ini! Harusnya customer dikasih tahu dong, kok malah dibiarin !”. Ergghhh… Dan mirip seperti pegawai Mbencekno Airline di DPS tadi, si Frans hanya bisa memeletkan lidahnya :(. Sebelll…

So, begitulah, setelah kekurangan tidur, kesemrawutan di airport DPS yang baru, keterlambatan pesawat, hingga kehilangan koper, kami meninggalkan airport Komodo yang amat sangat sederhana untuk menjadi airport dari sebuah situs dunia, New 7 Wonders of Nature. Menyedihkan.

AirportRuang kedatangan

DSC05696

DSC05702DSC05704New Plan Airport, rencana selesai sebelum September 2013New AirportDengan menggunakan dua mobil van, kami menuju ke kantor DiveKomodo, operator yang kami pilih berdasarkan browse di internet. Perjalanan dari airport ke kantor DiveKomodo hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menitan seingat saya.

Labuan Bajo adalah kota Kabupaten baru yang relative kecil sekali. Pusat kota Labuan Baju rasanya hanya sekitar 1 km sepanjang pinggir pantai, dengan pusat pelabuhan Labuan Bajo, tempat bersandar puluhan kapal dan perahu motor yang menjadi sarana menuju ke pulau2 di sekitarnya.

Labuan Bajo tampak dari bukit menuju pelabuhan / pusat kota

Labuan Bajo - West FloresLabuan Bajo KananLabuan Bajo - West FloresKami sempat mampir terlebih dahulu di salah satu mini market disana untuk membeli snack dan minuman sebagai bekal selama tiga hari Liveaboard mengarungi perairan di sekitar sana. Kami memborong bermacam snack dan minuman, bersaing dengan kelompok lain yang tampaknya juga akan melakukan hal yang sama :).

Labuan Bajo Wide Shoot

Liveaboard adalah merupakan kegiatan penyelaman yang dilakukan menggunakan kapal selama beberapa hari tanpa harus kembali ke daratan terlebih dahulu. Selama ini kami selalu melakukannya dari resort, naik perahu motor atau speed boat ke dive site, belum pernah sekalipun Liveaboard. Sehingga liveaboard kali ini adalah merupakan kegiatan liveaboard pertama saya, yang sudah lama saya mimpi2kan, jadi harap maklum kalau agak seperti “wong ndeso”.

Bayangan mengarungi samudra luas, berpindah tempat dari satu dive site ke dive site lain, makan di dek kapal, tidur beratapkan langit, diombang-ambing laut, menyelam serta kegiatan lain yang bisa saya lakukan selama 3 hari 2 malam, benar2 membuat darah saya serasa menggelegak :). Namun apakah kenyataannya seperti yang saya bayangkan? Lanjutkan membaca tulisan saya ini :).

So, setelah mampir membeli snack dan minuman kaleng secara berlebihan :), akhirnya kami diantar ke kantor DiveKomodo untuk mengisi form pernyataan bahwa kami telah memiliki sertifikat diving, telah berapa kali diving, diving terakhir dimana dan kapan, dll dll. Serta tentu saja pernyataan tidak menderita penyakit ini itu dll dll.

Kantor DiveKomodoDiveKomodo adalah operator diving yang dikelola Greg, yang berkebangsaan asing (check www.divekomodo.com). Saya memperoleh operator diving ini dari hasil melakukan research di internet dan membaca berbagai review yang sangat memuaskan di TripAdvisor. Namun secara umum pengalaman saya berhubungan dengan operator ini tidak seperti komentar2 yang saya baca di TripAdvisor.

Dari pengalaman ke Komodo ini saya juga baru menyadari perbedaan persepsi antara turis lokal dengan mancanegara mengenai bagus, baik, indah dlsb. Bagi mereka bagus, enak belum tentu cocok dengan kita. Apalagi jika berurusan dengan eko wisata :), kita bingung kepanasan, mereka malah berjemur. Oleh karena itu review turis asing saya rasa kurang tepat bagi kita.

Proses mereservasi Liveaboard ini juga adalah bagian yang paling membuat kami frustasi. Enam bulan yang lalu kami sudah berkomunikasi dengan dengan mereka karena kami khawatir puncak liburan akhir tahun bisa menyebabkan kami tidak bisa memperoleh tiket pesawat, selain pula rombongan kami cukup besar, 9 orang. Oleh karena itu kepastian akan jadwal Liveaboard merupakan kunci jadi atau tidak terlaksananya rencana kami ini.

Namun komunikasi dengan mereka membuat kami sangat frustasi. Email, sms ataupun telpun yang kami lakukan tidak memperoleh response seperti yang dikatakan oleh review di TripAdvisor mengenai TOP DIVING OPERATOR ini. Sama sekali saya tidak merasakan professionalism. Kami harus berkali-kali mengirim email, sms atau telpun, untuk menanyakan sesuatu. Sampai2 saya merasa bahwa mereka menghindari tamu local, hal yang saya rasakan juga ketika menginap di Komodo Resort di Pulau Sebayur.

Mungkin ini hanya perasaan saya saja, namun kenyataan yang kami alami di lapangan memang sangat terasa. Kami merasa asing di Negara sendiri, sangat menyedihkan. Komodo Resort juga dikelola orang asing, dengan tamu asing juga. Ketika kami menginap disana, hanya kami tamu local ketika itu, selebihnya tamu asing. Sungguh menyedihkan, menjadi tamu di Negara sendiri :(.

Selesai mengisi form2 yang diperlukan, kamipun diantar menuju pelabuhan. Jarak dari kantor DiveKomodo ke pelabuhan mungkin kurang dari 1 km, namun karena jalan searah, kami harus memutar setengah kota kecil itu untuk menuju ke lokasi, dimana sudah menunggu kapal yang akan membawa kami selama 3 hari 2 malam.

Seaport 1 Seaport 2 Seaport 3 Seaport 4 Seaport 5 Seaport 6 Begitu kami turun dari mobil, kami segera ditunjukkan kapal yang akan kami gunakan. Anak2 langsung menyukainya. Kapal yang akan kami gunakan tidak terlalu besar, namun tampak bersih. Kapasitas kapal maximum untuk 8 penumpang sementara kami total bersembilan, sehingga salah satu atau dua bakal tidak memperoleh kamar yang disediakan.

Seaport 7Namun sejak dari awal saya sudah menyadari dan tidak mempermasalahkan hal ini, karena saya sudah berencana untuk tidur di atas geladak beratapkan langit dan bintang2, caileee gaya bener wkwkwkwk. Saya dulu ketika kecil sering menumpang kapal seperti ini, dan ‘terpaksa’ harus tidur di geladak karena kapal yang kami tumpangi adalah kapal barang, jadi tidak ada yang namanya kamar. Hal ini membuat saya yakin bisa menikmati malam dengan tidur di geladak seperti bayangan saya dahulu :).

Sekitar pukul 17:00, dari rencana pukul 11 an, setelah seluruh anggota keluarga berada di kapal dan semua koper serta peralatan menyelam telah dimuat ke kapal, tidak berapa lama kemudian kapal segera melepas tali2 dan jangkar dan berlayar (padahal gak ada layarnya :)). Kami segera mengexplore seluruh pelosok kapal sembari mengatur peletakan koper yang kami bawa.

Leaving Labuan Bajo

Kapal yang mengangkut kami, terdiri atas 3 tingkat. Tingkat pertama, yang selevel dengan mesin kapal dijadikan ruangan untuk kamar. Ada total 4 kamar, 2 kamar dengan ranjang untuk berdua, 2 kamar ranjang single dan 1 kamar dengan 2 ranjang single. Jadi total kapasitas 8 orang.

Di atasnya, lantai geladak, ada kamar makan, yang nantinya menjadi kamar tidur paling nyaman, 2 toilet duduk, dapur, atap palka yang di bawahnya adalah kamar dan dijadikan tempat kami duduk2 serta calon tempat tidur kalau malam, serta dibagian belakang tempat menaruh tabung udara dan peralatan selam.

Level paling atas merupakan ruang kemudi, serta lantai kosong tempat meletakkan tendon air tawar yang menjadi barang paling berharga di kapal. Air tawar sangat banyak digunakan bagi divers, terutama untuk membilas diri sehabis diving, mencuci mask dan peralatan diving, serta untuk mandi. Di toilet selain disediakan shower air tawar yang keluarnya sangat iriiiitt, juga disediakan ember berisi air laut untuk menyiram toilet sehabis kencing atau BAB :p.

Puas mengelilingi kapal, saya dan seluruh keluarga mulai membongkar, memisahkan dan menyusun segala barang bawaan yang banyaknya minta ampun. Sementara kami membongkar peralatan selam, kapten kapal menjelaskan bahwa kemungkinan rencana 3 kali diving tidak akan bisa dilakukan hari itu karena sudah terlalu sore.

Bongkar koper

 Tepat di bawah dek inilah terdapat Presidential suite room kami :).

Kami yang sejak pagi tidak makan apa2 selain sepotong roti dari pesawat dan beberapa bakso yang sempat kami santap di airport setengah jadi di Denpasar, Bali, sudah hampir kehilangan gairah untuk menyelam.

Alih2 mikir diving, badan yang sudah remuk redam, lengket karena keringat dan bentol2 bekas digigiti nyamuk hutan di airport Denpasar, plus ngantuk luar biasa, serentak meneriakkan koor “Laparrrr pakkk! Makan dulu yaaa” wkwkwkwk….

Sang Kapten tersenyum penuh pengertian dan memerintahkan koki kapal, seorang pemuda nyentrik yang ternyata jago masak dengan rambut ala Bob Marley si penyanyi Don’t worry be happy itu, untuk segera mengeluarkan makanan.

Tidak beberapa lama setelah kami selesai membongkar peralatan selam, beberapa macam makanan yang membuat mata melotot dan perut bernyanyi, sudah tersaji di meja makan yang lantainya penuh koper berhamburan yang belum dimasukkan ke dalam kamar.

Kami sudah tidak punya tenaga lagi untuk memisahkan koper mana ditaruh kamar mana, kami seperti orang kalap saja, segera menyikat seluruh yang tersaji wkwkwkwk…. Fiuhhhh….memang benar apa yang dikatakan orang tua saya, bumbu paling sedap didunia adalah “bumbu lapar” :).

First lunchSelagi kami menikmati hidangan yang rasanya tidak ada duanya didunia itu, dive master kami, Fabi, seorang pemuda yang kulitnya gosong karena kebanyakan dibakar sinar matahari, namun berambut pirang, menjelaskan mengenai rencana penyelaman hari itu. Dia menjelaskan bahwa rencana penyelaman tiga kali hari itu tampaknya tidak mungkin dilakukan.

Namun kami akan tetap melakukan dive check sore itu. Dive check, penyelaman percobaan, perlu dilakukan karena beberapa dari anak2 sudah lama sekali tidak menyelam. Jadi semacam test dive untuk mengingatkan kembali beberapa dasar penyelaman sebelum kami ke dive site yang lebih dalam dan sulit.

Saya sepakat untuk melakukan dive check senja itu, kemudian memindahkan 2 schedule penyelaman hari itu ke hari terakhir. Pada awalnya, hari pertama kami seharusnya melakukan 3 kali penyelaman, hari kedua 4 kali, dan hari ketiga 2 kali, total 9 kali penyelaman. Namun karena keterlambatan Mbencekno Airline, maka dirubah menjadi, sekali pada hari pertama, 4 kali pada hari kedua dan ketiga. Biasanya di hari ketiga, setelah 2 kali penyelaman, mereka akan mengajak tamu mengunjungi Pulau Rinca untuk melihat Komodo.

Kami bertujuh, karena istri saya dan istri adik ipar saya tidak ikut diving, baru menerjunkan diri ke perairan dekat Pulau Bidadari sekitar pukul 17:54. Langit sudah mulai remang ketika itu, namun semua dari kami dibekali senter untuk di dalam laut nanti.

Segera setelah mendapat aba2 dari Dive Master yang mendampingi kami, kamipun mengempiskan BCD kami dan segera tenggelam. Ahhh…akhirnya kuselami juga lautanmu wahai perairan Flores wkwkwk… Ada perasaan lega campur puas setelah sekian lama mendengar legenda kehebatan alam bawah laut perairan sekitar Komodo.

First dive 1

First dive 2

Namun setelah semeter, dua meter, tiga meter melorot ke dalam laut, lho kok keruhhhh…lho kok gak sebening ceritanya, visibilitynya buruk sekali, saya rasa dibawah 3 meteran saja. Kok gini? Kok gak beda dengan dive site di Kepulauan Seribu. Duhhh…sejuta tanda tanya dan kekecewaan menghantui pikiran saya selama dive check itu. Ahhhh kok gini filmnya, gak seperti previewnya… hikkssss.

Sesampai ke permukaan dan menginjakkan kaki di kapal, hal pertama yang saya tanyakan ke DM saya adalah:”Kok keruh begitu ya? Kok gak sebening yang saya dengar Mas Fabi?”, begitu berondong saya. Si Mas Fabi menjelaskan bahwa perairan yang mereka pilih untuk dive check ini masih dekat dengan daratan, sehingga air tidak bening. Lokasi ini memang dipilih karena tenang, tidak berarus, untuk mengetahui tingkat buoyancy seluruh penyelam. “Oooo….ok2, mudah2an next dive sebening Aqua”, begitu sahut saya. Si DM cuma meringis.

Kamipun segera membilas diri melalui shower yang memancurkan air tawar dari toron di lantai atas. Debit air yang keluar dari selang shower satu2nya itu sedemikian irit sehingga saya rasanya ingin menggayung air di gentong yang isinya air laut itu saja :). Tapi ya percuma, air laut dibilas dengan air laut wkwkwk… kayak jeruk makan jeruk aja hahahaha… Jadi ya sabar2lah bergantian satu persatu membilas badan.

Selagi kami membilas diri, kapal pelan2 mulain mengangkat jangkar untuk meninggalkan  lokasi Pulau Bidadari. Matahari mulai masuk ke tempat tidurnya :).

Leaving P Bidadari 1 - Komodo - West Flores Leaving P Bidadari 2- Komodo - West Flores Leaving P Bidadari 3- Komodo - West Flores

Kami baru selesai membilas badan sekitar pukul 20:00 malam, kekurangan tidur dan kelelahan karena sudah lama tidak diving membuat kepala terasa berat sekali. Kami yang sedianya melanjutkan pelayaran ke lokasi lain ditawarkan untuk kembali ke Labuan Bajo untuk berlabuh daripada menempuh perairan Flores malam itu. Sayapun menyetujui ide itu, dan kami kembali menuju perairan dekat pelabuhan Labuan Bajo untuk makan malam dan beristirahat.

Leaving P Bidadari 4- Komodo - West Flores

Meskipun beberapa jam sebelumnya kami baru membantai makanan yang disediakan oleh si Bob Marley :), namun melihat hidangan si Bob yang tampak sangat menantang, ditambah kedinginan sehabis menyelam, maka tanpa ba bi bu, kami serbu lagi makanan yang tersedia di meja :).

Anak2 tampak sangat menikmati hidangan yang disediakan, mereka berulang kali mengatakan, uenakk uenakkk :). Memang si Bob Marley hebat sekali mengolah bahan2 sederhana menjadi menu yang menarik, tambahan pula suasana dan akibat kedinginan sehabis menyelam, membuat semuanya menjadi sangat lezat :).

Selesai menikmati makan malam, kami bersantai sejenak hingga kurang lebih pukul 23:00 satu persatu mulai memasuki kamar di bawah untuk tidur. Sayapun juga turun ke kamar yang jauh dari enak :p.

Kamar yang saya tempati adalah kamar dengan double bed berukuran lebar sekitar 1.4m dan panjang kurang lebih 2.5 m. Di dalam kamar terdapat dipan kayu dengan kasur busa, rak untuk menaruh buku atau tas tangan dan kipas angin. Selain itu terdapat dua jendela, atau lebih tepatnya lubang angin kecil, yang tembus ke dek di atas kapal.

 Tangga menuju ke lantai bawah, dimana terdapat deretan kamar2Kamar 1 Kamar 2 Kamar 3 Kamar 4

Meskipun angin di atas kapal berhembus dengan cukup keras, namun karena posisi lubang angin yang tidak tepat, udara di dalam kamar sama sekali tidak disinggahi sang angin, akibatnya kamar terasa panas dan pengap. Hal ini masih ditambah dengan badan yang lengket oleh keringat dan uap air asin, wahhh rasanya seperti di sauna saja.

Saya mencoba memejamkan mata yang sudah sangat berat namun gagal,  kesumpekan ruangan benar2 tidak tertahankan. Kipas angin saya set maximum, namun karena udara di dalam ruangan tidak mengalir, jadi sia-sia aja usaha si kipas angin. Saya mencoba membolak-balik badan, mencari posisi paling enak, mencari bagian kasur busa yang masih dingin, tetap tidak ketemu.

Akhirnya saya bangun, naik ke lantai dua, saya pikir saya tidur di ruang makan saja dah. Kan disana adem. Sayapun tertatih-tatih dan terhuyung-huyung karena goyangan kapal mencoba naik ke atas, aliran udara terasa menerpa rambut saya ketika kepala saya mulai nongol di ruang makan. Namun begitu sampai di ruang makan….alamak…ternyata sudah fully occupied, dipakai oleh kedua anak saya, serta seorang anak buah kapal. Haizzzz….

DSC05912

Saya coba ke dek, eh ternyata sudah ditempati anak ketiga saya bersama dengan keponakan saya, yang melungker dibawah selimut. Angin berhembus kencang, adem tetapi lembab. Lantai dek terasa basah karena uap air laut. Hmmm…ikutan tidur disini gak ya?

Anak2 tidur di dek

Adem sih, tapi pada kondisi badan saya yang tidak prima karena kekurangan istirahat dari dini hari, ditambah kecapekan sehabis menyelam, rasanya takut juga dihajar angin laut malam itu, takut masuk angin :). Maklum sudah tuwirrrr hehehehe…

Dengan langkah terhuyung-huyung mirip orang mabok, akhirnya saya turun lagi ke ruang sauna saya, berguling sana sini sampai akhirnya tertidur karena sudah tidak mampu lagi membuka mata.

End of Day 1.

Notes:

Dear pembaca yang baik:

Jika pembaca sanggup membaca hingga disini, berarti pembaca adalah orang yang sangat sabar :). Saya aja capek :).

Tulisan saya ini saya perkirakan masih akan sangat panjang, namun saya khawatir membosankan. Daripada saya membuang waktu untuk meneruskan cerita membosankan, saya ingin bertanya dahulu apakah sebaiknya saya teruskan atau lebih baik saya menulis topik lain yang tidak banyak fotonya.

Mohon masukannya.

Salam dan Selamat Tahun Baru

20 thoughts on “A Trip to Komodo Island: A New 7 Wonders of Nature (part 1)

  1. Lanjut donk Pak… bagian serunya belum dimulai nih kayaknya hehehe… Sama foto2nya Pak.. Thanks. Selamat Tahun Baru juga!

    • Hmm…lanjut gak ya :). Masih dipertimbangkan karena mau saya singkat kok kehilangan esensi, kalau saya tulis apa adanya pasti banyak yang boring.
      Let me see ya Zun, but tq for your comment, ternyata kamu termasuk pembaca yang sabar :).
      GBU

  2. So far, I enjoy reading your article while imagining my next trip to Komodo Island…your pictures help us visualize your story so we don’t get bored to keep following your sequel. Look forward for other stories…–I can’t wait–

  3. Menulis membutuhkan kesabaran jauh melebihi dari membaca, sebenarnya bapak sendirilah yang amat sangat sabar…
    Tanggung amat, dah terusin aja deh he3x…

      • membaca blog pak guntur itu seperti nungguin komik mingguan yang selalu saya cek tiap minggu 😀 So saya sangat berharap ceritanya dilanjutkan pak… 😀
        minimal bisa jadi refrensi orang2 yang mau ke pulau Komodo..
        bagi saya yang gak pernah ke komodo sharing ini sungguh keren lho pak…
        foto2 nya juga ok. ceritanya ringan dan menarik.

        tapi sayang ya ada kejadian2 yang kurang memuaskan 😀
        darii 1 maskapai yang mesti di blacklist MNA (Mbencekno Nusanara Airline). sampe menjadi tamu di negri sendiri, (knapa gak ada investor indo yang serius garap ya…)

        tetep semangat menulis pak.. ditunggu kisah berikutnya..

  4. Dilanjutkan dong pak.. Kan sekalian review pulau komodo dari sudut pandang turis lokal 🙂
    Fotonya bagus2 pak, jgn dihilangkan, jadi kami yang baca bisa lebih menghayati kan, serasa ikut ke sana gitu loh hehehe
    Happy new year pak! *agak telat ya*

    • Terima kasih atas komentarnya.
      Saya akan usahakan untuk menyelesaikan, semoga bermanfaat bagi yang berencana ke Komodo.
      Happy New Year juga ya. Semoga berkatNYA berlimpah bagi Anda dan keluarga. Amin.

  5. Pak Guntur…….baru saya buka dan baca part 1 nya……saya suka baru saya baca 2 x….tapi blm dengan kosentrasi penuh…jadi blm berani buka dabn baca part berikutnya……benar2 bakat terpendam pak…bagus tulisannya …foto2nya juga keren…betewe sapa sang potograpernya….

    • Bu Onny, terima kasih komentarnya. Tolong masukan dan kritikannya ya, masih belajaran nulis nih bu, asal tulis aja, gak pake tatakrama apalagi tatabahasa :).
      Foto2nya juga asal jepret, kan sekarang kamera digital tinggal di set Auto, terus pake continuous shooting, masa dari ribuan jepret gak ada yang bagus wkwkwkwk…. Jadi malu deh kalau omongin foto ama bu Onny n pak Nanang.
      Silakan dikritik dehhh…monggo…

      • Pak Guntur …ini ke 3x saya baca part 1 dengan konsentrasi penuh …pelan2 dan berulang2…..dulu saya suka membaca..tetapi setelah jadi ibu ..rempong deh…banyak yg harus diurus…heheheh…tapi terus terang sayang suka gaya bahasanya pak Guntur …tidak membosankan dan gampang diingat…(gaul gitu loh…)…..Klo tentang foto2…memang ya Keindahan Alam Indonesia sangat bagus klo di foto ga usah pake di edit2 segala….kita juga baru belajar kok pak…foto2 bapak lebih keren….Terus ttg “Mbencekno Airling”..setiap baca pasti saya tersenyum sendiri…coba klo Papa saya masih ada…beliau dulu pilot MNA….hehehe

        • Hehehehe…semakin tuwir mbaca semakin pelan ya? Sama dong :). Alon2 asal kelakon wkwkwk…
          Jaman sekarang menghasillkan foto bagus gampang sekali kok bu, jepret aja asal2an, terus tinggal melototi hasilnya, yang bagus di post wkwkwkwk…yang ribuan lain disimpen hehehehe…
          Oya ortu dulu di MNA ya :), wah kalau masih ada bisa nitip complaint :).
          Salam buat pak Nanang bu.

  6. waaaahh akhirnyaaaa, airport DPS yang baru jadi juga yaach, mudah-mudah next trip ke Bali udah benar2 100% jadi & “internasional” nya lebih terasa ^_____^
    thanks untuk cerita liveboard di Komodo nya, Pak. Jadi kangen & pengen diving banget nih, pengen ngerasain liveboard juga. he he he
    *ngga sabar baca kelanjutan cerita nya di rumah nih……… 😀

      • loooh iya looh pak saya kira kapal nya super lux seperti kapal pesiar gitu….. apalagi yang orginize nya udah orang bule.
        eh ternyata pake AC ~angin cepoi-cepoi wekekeke :p
        kebayang sih rasa lengket nya ky apa kalo abis diving, terus bilas nya ngirit2 .. hihihi
        tapi saya suka petualangan seperti itu loh pak, yang dibilang jauh dari enak. seru 😀
        Miss Indonesia 2005, Nadine Candrawinata aja seneng banget diving & backpacker-an ^____^ hohoho

        ~baru mau lanjut baca part berikut nya nih.. (telat banget yah)

Leave a reply to Guntur Gozali Cancel reply