Pada posting saya sebelumnya saya sudah menyinggung akan tingginya resiko kegiatan menyelam ini, namun jika kita sudah menyadari dan mempersiapkan diri dengan baik, maka resikonya sama saja dengan kegiatan yang lain. Kegiatan bersepeda yang kelihatannya beresiko rendah juga berbahaya, kalau kita sembarangan di jalan raya, bukannya begitu?
Persiapan yang matang baik secara fisik maupun psikis, serta kelengkapan alat selam, sangat penting dipersiapkan sebelum kita melakukan kegiatan ini. Meskipun secara aturan kita diharuskan menyelam berpasang-pasangan dengan seorang teman yang biasa diberi istilah “buddy”, namun ketika kita sudah berada di dalam laut maka sebisa mungkin mengandalkan kemampuan diri sendiri.
Dua pengalaman tak terlupakan yang saya alami di bawah ini menyadarkan saya betapa pentingnya mempersiapkan diri sebaik mungkin, dan tidak mengandalkan orang lain pada saat menyelam. Sebelum kedua kejadian di bawah menimpa saya, saya banyak bergantung kepada “buddy” atau dive master.
Namun setelah itu, saya tidak lagi membiasakan diri untuk berpikir untuk menggantungkan nasib kepada “buddy”, meskipun your buddy is your own brother / sister / good friend or even instructor. Kenapa? Saya akan ceritakan dua pengalaman saya yang membuat saya berpikiran seperti ini.
Kejadian yang saya alami ini adalah kejadian yang cukup menakutkan namun bagi saya adalah kejadian yang memberi hikmah, pelajaran yang luar biasa besar gunanya. Saya percaya bahwa setiap kejadian pasti ada maksudnya bagi kita, tull gakkk J. Doohh lagaknya udah kayak filsuf aja.
Kejadian pertama yang saya alami adalah ketika mengadakan penyelaman di Manta Point Nusa Penida. Untuk mencapai daerah Manta Point, kita harus menggunakan motor boat dari Sanur Bay sekitar 1 – 1.5 jam perjalanan menembus gelombang laut.
Jangan membayangkan seperti naik kapal pesiar dilaut yang setenang kolam renang begitu. Jauhlah dari itu J. Badan kapal dan kita juga, terhempas-hempas oleh gelombang laut. Pada saat kami kesana, bahkan sedang turun hujan, sehingga badan basah bukan hanya karena cipratan air laut, tetapi juga air hujan.
Sesampainya di lokasi, ternyata langit mendung dan kembali turun hujan. Di lokasi itu sudah berkumpul puluhan motor boat dengan tujuan yang sama untuk melihat secara langsung ikan Manta Ray di habitat aslinya.
Manta Point berada di pinggir tebing sehingga boat bergoyang-goyang karena tamparan ombak yang datang menghantam tebing, dan oleh ombak balik setelah menghantam tebing itu. Ketika kami pegang airnya, alamakkk…mirip seperti air dingin dari dispenser di rumah kita, tapi banyaknya selaut J.
Nah ketika itu wet suit (pakaian selam) yang saya gunakan tebalnya hanya 3mm, sementara teman2 lain yang sudah berpengalaman menggunakan lapisan shorties tambahan sekitar 5mm untuk menahan dingin, jadi total 8mm. Bahkan ada yang menggunakan topi pelindung kepala untuk tujuan yang sama. Hal ini sempat membuat ciut hati saya karena saya satu2nya yang nekat pakai wet suit seadanya J. Lha gak tahu kalau dinginnya sedingin itu. Memang sih sudah diberitahu airnya bakal dingin, tapi gak kebayang bakalan seperti itu J.
Tapi karena tidak ada pilihan lagi, sementara wet suit tambahan diprioritaskan bagi anak2, akhirnya ya apa boleh buat deh, satu2nya cara adalah meyakinkan diri bahwa airnya sehangat STMJ (susu telor madu jahe). Nyam..nyam…pasti asyik kan berendam di STMJ.
Kemudian mulailah satu persatu nyemplung ke laut yang dingin itu, terapung-apung bentaran sambil merasakan hangatnya STMJ dan kemudian kami mulai menyelam.
Pada saat sudah di dalam laut, pemandu yang mengantar kami lupa kalau yang berada dibelakangnya semua adalah divers pemula, beliau ngebut menuju lokasi yang diperkirakan menjadi tempat bersarangnya si Manta Ray. Beliau benar2 ngebut sehingga saya dengan bersusah payah harus mengejar sekuat tenaga sampai pergelangan kaki rasanya hampir kram dan copot.
Pada saat itu saya sudah tidak sempat lagi tolah toleh menikmati pemandangan laut, apalagi menunggu teman2 di belakang saya. Yang saya pedulikan saat itu hanya putera saya Calvin yang jadi “buddy” saya. Selama saya yakin masih berdua, saya kembali mengejar pemandu saya. Namun teman2 lain sudah tidak sempat saya pedulikan lagi.
Proses mengejar pemandu saya ini amat sangat melelahkan karena Fin (kaki katak) yang saya gunakan adalah Fin murahan yang sangat berat dan tidak bisa diajak lari. Terlebih pula saat itu arus yang tercipta di bawah air adalah karena gerakan ombak dipermukaan, sehingga kami berayun-ayun ke kanan kiri, depan belakang. Bahkan ikan2 itupun sepertinya berjuang pula mengatasi gerakan bawah air yang tidak terduga itu. Lha wong ikan aja kerepotan, apalagi saya…hehehehe….
Setelah berhasil mengejar, kami berputar-putar beberapa kali untuk mencari Si Manta, namun karena tanpa hasil akhirnya kami naik ke permukaan. Ketika sudah naik di atas boat itu saya melihat pemandangan yang membuat saya terpana. Pemandu yang saya kejar-kejar tadi, ternyata kedinginan sampai seluruh badannya bergetar hebat. Pemandangan ini benar2 mengejutkan saya, karena beliau sudah memiliki jam terbang yang cukup tinggi (27 tahun menyelam) dan logikanya well prepared compared to me.
Saat itu juga saya mengerti mengapa beliau ngebut di dalam laut, ternyata beliau kedinginan. Kalau kita sudah kedinginan, maka semua logika bakal beku, semua koordinasi bakal kacau. That’s why beliau tidak lagi sempat memantu team yang lainnya, dia hanya ingin segera tiba dilokasi dan naik ke permukaan.
Semua hal itu memberikan pelajaran berharga ke saya bahwa bahkan guide yang sudah berpengalaman puluhan tahun adalah juga manusia, yang mungkin pada kondisi tertentu tidak bisa mengatasi kondisi alam atau tubuhnya sendiri, apalagi pemula seperti saya ini.
Saya membayangkan, bagaimana kalau saat itu dia mengalami kram di dasar laut, atau bagaimana kalau kami akhirnya terpisah atau bagaimana kalau ….? Wadaww…amit2 deh….
Itulah sebabnya kita harus mempersiapkan diri dengan baik sebelum menyelam, selain itu pula, saya memperoleh pelajaran bahwa Fin yang baik mutlak perlu. Pada awalnya saya membeli Fin murahan, yang dijual paketan, yang kualitasnya kurang baik, berat dan tidak lentur sehingga berat dipakainya.
Pada situasi tertentu, dimana kita terseret arus atau harus melakukan gerakan cepat, gerakan kita tidak terhambat oleh Fin yang jelek dan berat. Gerakan tangan di dalam air ternyata tidak terlalu bermanfaat selain untuk bermanuver, apalagi ketika itu saya yang sok gaya ini nekat membawa kamera sehingga tangan lebih tidak leluasa lagi untuk bergerak.
Teman saya yang ketika itu tertinggal di belakang saya, belakangan menceritakan ke saya betapa takutnya dia saat itu. Dia menggunakan Fin yang sama jeleknya dengan saya, dan dia mengatakan sudah berusaha sekuat tenaga tapi tetap tidak bisa mengejar. Untungnya buddynya menunggu dia dan menolong dia mengatasi seretan arus tidak berarah itu. Hmm…pengalaman pertama yang luar biasa.
Kejadian pertama ini memberikan pelajaran ke saya untuk bersiap sebaik-baiknya, tidak menggantungkan nasib ke siapapun. Dan belilah Fin yang baik supaya tidak membebani kita di dasar laut.
Kejadian kedua terjadi di Nusa Lembongan di daerah penyelaman Jack Point – Mangrove / Sakenan. Di dive site ini kondisinya terbalik dengan kondisi di atas, disini permukaan airnya tenang sekali, air berwarna biru indah sekali, bahkan kita bisa melihat karang laut dari atas boat dengan mata telanjang. Hal ini membuat anak2 tertarik untuk langsung terjun berenang kesana kemari. Indah sekali.
Nah salah seorang teman yang tadinya selalu memilih nyemplung paling belakangan, terhipnotis juga melihat ketenangan laut itu, kemudian dia malah nyemplung pertama dalam keadaan fully equipped sementara yang lainnya sedang sibuk memasang peralatan selam di boat.
Sementara kami masih sibuk memasang peralatan selam, tiba2 teman saya itu yang tadinya berpegangan tali, hanyut terbawa arus J. Diapun berteriak-teriak minta tolong sehingga semuanya bergegas melompat ke laut. Guide saya ketika itu juga melompat ke laut sebelum saya selesai memasang peralatan menyelam saya, meninggalkan saya dan anak saya Calvin.
Segera setelah saya setelah memasang peralatan menyelam, saya dan anak saya mulai juga melompat ke laut. Namun ketika saya mulai menyelam, saya tidak bisa menarik nafas melalui regulator yang terpasang di mulut, seakan-akan saluran udara saya buntu. Saya coba isap melalui mulut, tidak ada juga.
Saya yang sudah kehabisan nafas menjadi panic, saya coba tarik nafas lagi melalui mulut, tetap tidak ada udara. Akhirnya dalam keadaan panik, dan sambil menelan air laut, saya naik lagi ke permukaan. Saya guncang2 regulator saya karena saya pikir buntu atau kenapa, saya sedot2 lagi, tetap tidak ada udara yang keluar.
Selanjutnya saya mencoba menggunakan alternate regulator, regulator cadangan yang memang disediakan sebagai cadangan jika ada teman yang kehabisan udara di dalam air, dan sayapun mencoba untuk menyelam kembali. Namun hal yang sama terjadi lagi, tidak ada udara yang keluar. Setelah menelan beberapa tegukan air laut lagi, akhirnya sayapun naik lagi ke permukaan.
Pada saat itu semua teman lain sudah tidak tampak lagi, hanya putera saya Calvin yang kemudian muncul lagi mendekati saya. Setelah saya ceritakan apa yang terjadi akhirnya kami berkesimpulan saluran udara belum dibuka oleh awak kapal yang menyiapkan semua peralatan itu. Setelah dia membuka saluran udaranya, barulah saya bisa menarik nafas dengan lega dan kamipun berdua mulai menyelam.
Pada saat masih di atas boat, kami sudah diarahkan bahwa kali ini adalah drift dive, yaitu dive dengan mengikuti arus air. Dari titik kami nyemplung, rencananya nanti kami akan dibawa arus ke sebelah ujung kanan pulau. Begitu rencananya.
Ini adalah drift dive saya yang ketiga, dan saya sangat menikmati drift dive karena gak perlu susah2 mengayuh kaki, kita bisa menikmati pemandangan bawah laut. Jadi ketika kami berdua tiba di dasar laut, dan saya tidak menemukan teman2 yang lain, saya sama sekali tidak merasa takut. Pasti nanti juga akan ketemu di ujung kanan pulau, begitu kira2 jalan pikiran saya.
Sayapun dengan tenang mulai memvideo pemandangan bawah laut yang cantik itu, sekalian juga melihat dengan mata kepala sendiri, kerusakan terumbu karang yang sangat parah L. Eh lagi asyik2nya memvideo dasar laut, ternyata teman saya Ben masih menunggu saya di dasar laut, sehingga kami bertigapun santai2 menikmati alam bawah laut sembari dihanyutkan arus.
Setelah kira2 tabung udara menunjukkan tanda2 mulai habis, mulai memasuki zona merah, kamipun sepakat untuk naik ke permukaan. Pelan2 kamipun muncul ke permukaan air. Begitu sampai di permukaan, seperti yang direncanakan, kami akan bertemu dengan teman2 lain yang terseret arus yang sama.
Namun kami tidak melihat siapapun juga…tolah toleh sana sini sepiii…hanya kami bertiga…dan…kami juga tidak melihat boat yang kami tumpangi di dekat kami. Padahal ketika itu teman saya Ben sudah memasang pelampung udara yang berwarna mencolok itu sebagai tanda keberadaan kami, dan biasanya boat akan langsung menghampiri begitu melihat tanda ini. Tapi sekali ini tidak ada siapa2, tidak ada boat, hanya kami bertiga terapung-apung di tengah laut.
Kami bertigapun tolah toleh mencari boat kami, tapi tidak ada juga. Nah lho… Beberapa saat kami hanya terapung-apung kebingungan. Ada satu boat yang tampak tapi lokasinya jauhhhh sekali dari kami, sampai kami kurang yakin apakah benar boat itu yang kami tumpangi sebelumnya.
Kami mencoba berteriak, meniup peluit, melambai-lambaikan tangan, tapi tidak terdengar L. Kami berusaha sekali lagi, lagi, dan lagi, tetap mereka tidak mendekat. Cukup lama kami terapung-apung di permukaan laut, sampai akhirnya kami memutuskan untuk berenang mendekati boat yang jauh itu. Setelah beberapa kurang lebih 15 menit kami berenang, barulah tampak boat bergerak mendekati kami, dan kamipun selamat. Fiuuuhhhh…untung si denmas Hiu lagi istirahat wkwkwkwk…
Kejadian kedua ini memberikan pelajaran yang luar biasa artinya bagi saya.
Pertama, never trust somebody else to prepare our equipment. Harus check and recheck sebelum melompat ke air. Meskipun awak kapal bertugas mempersiapkan peralatan, tapi jangan percaya itu, lakukan pengecekan ulang sekali lagi.
Kedua, kadang2 tanki udara yang kita gunakan bocor selama perjalanan sehingga tekanannya sudah berkurang banyak. Cek tekanan tanki udara. Jangan ragu2 untuk minta ganti yang penuh meskipun akibatnya mengulur waktu lebih lama, dan teman2 menjadi menunggu kita mengganti tabung.
Ketiga, kalau terpisah dengan guide / instructor / dive master, lebih baik membatalkan penyelamanan karena peralatan yang kita bawa sebagai pemula kurang memadai.
Keempat, siapkan peralatan selengkap mungkin karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di bawah sana. Saya suka meledek teman saya Ben yang membawa segala macam peralatan. Saya bilang begini: “Mau buka toko di dasar laut ya” sambil cengengesan. Tetapi sekarang saya sadar bahwa kita harus prepare for the worst.
Demikian dua pengalalaman yang tidak akan pernah saya lupakan, semoga pengalaman ini tidak perlu pembaca alami. Namun jangan berkecil hati juga, karena segala hal ini tidak ada artinya dibandingkan dengan keindahan yang terpapar dibawah laut sana.
So, Go Dive…J
Saya mengalami hal yang sama di Mangroves awal bulan ini. Setelah dive, saya dan buddies termasuk DM terombang-ambing di laut selama satu jam setengah. Boatmaster tidak berhasil menemukan kami karena salah memperkirakan arah arus. Kami terseret hingga ke pesisir Jungutbatu di mana fin saya terlilit kawat/tali yang digunakan penduduk untuk budidaya seaweed. Di saya saya belajar bersabar dan tenang meskipun kehausan, suara habis karena teriak-teriak memanggil bantuan, ratusan kali terhantam ombak, salah satu buddy hipotermia, dan peralatan banyak yang cacat karena tergores karang. Pengalaman yang sangat berharga ^_^
Mudah2an nggak kapok ya. Next time pasti lebih berhati-hati lagi gara2 pengalaman ini :).
Salam,
Salam,
Saya masuk ke blog krn sedang googling ttg Nusa Penida. Tergerak utk komentar ttg kejadian yg dialami bpk.
Kejadian2 tsb bisa saya katakan kesalahan prosedur dari Dive Guide, yg seharusnya cek arus sblm menyelam, melakukan re-check equipment, buddy checking, dan mengamati masing2 peserta dive.
Kecapekan, panik dan kesalahan prosedur adalah faktor utama terjadinya kecelakaan di dlm diving, bukan serangan hiu atau binatang laut. hehehe…
Blog ini ditulis 2012, semoga thn 2016 ini bpk dan calvin ttp semangat explore underwater world.
salam
sam
Salam Pak Sam,
Iya betul kejadian itu karena dive guidenya kurang melakukan check n re-check. Atau lebih tepatnya ceroboh dan menganggap enteng, which is merupakan kesalah fatal utk seorang dive guide yg katanya “berpengalaman”.
Untungnya kami belum kapok hingga sekarang :), meskipun sudah cukup lama belum sempat nyemplung lagi karena anak2 lagi kuliah dan mencari kesempatan dive bersama-sama sulitnya minta ampun :).
Terima kasih atas komentarya.
Salam