Apakah ada pembaca yang bisa menebak hubungan secangkir espresso dengan sikap sok tahu? Ayo tebak, kalau benar saya traktir secangkir espresso hehehehe… Kalau tidak tahu, ikuti kisah saya berikut ini..
Tidak berlaku bagi yang sudah pernah mendengar cerita saya ini pada saat training Basic Mentality yang saya ajarkan hohoho…J.
Kemarin sore ketika sedang berbincang-bincang dengan teman saya di Coffee Bean, Gandaria City, tiba-tiba mata saya tertembuk pada secangkir atau tepatnya sesloki kopi espresso yang sedang dihirup oleh seorang bapak di meja di depan saya. Seketika saya terbahak sampai teman saya terheran2, dikira saya lagi ketempelan mahluk halus di Gandaria City itu wkwkwkwk…
Setelah puas tertawa, sayapun menceritakan kenapa kok saya tergelak sendiri. Saya katakan bahwa saya punya pengalaman lucu dengan kopi espresso ini, pengalaman yang sesungguhnya memalukan namun mengajarkan saya untuk tidak usah menjadi orang yang sok tahu. Kira2 begini ceritanya:
Pada tahun 1997, ketika saya masih bekerja di sebuah perusahaan pembiayaan sebagai Senior Manager IT Department, saya memperoleh undangan interview dari sebuah perusahaan Executive Search untuk bertemu seorang CEO dari perusahaan lain.
Tertarik untuk mengetahui macam apa perusahaan dan tawaran yang akan diberikan, sayapun bersedia bertemu disebuah coffee shop (CS) di lantai dua Plaza Senayan. Sesampai saya disana, si CEO ternyata sudah lebih dulu tiba dengan secangkir kopi di depannya.
Ketika itu, yang namanya CS belum sebanyak sekarang. Coffee shop baru mulai berkembang, tetapi belum terlalu menjadi lifestyle seperti sekarang ini. Saya belum tentu sekali dalam 3 bulan ke CS seperti itu, bukan hanya karena belum menjadi lifestyle, tetapi juga pekerjaan saya tidak terlalu menuntut saya harus sering bertemu orang di tempat seperti itu.
Sekarang seminggu bisa 3 -5 kali meeting saya lakukan di CS. CS sudah menjadi tempat pertemuan wajib selain restaurant jika pas jam makan siang. Di luar jam makan siang / malam, client / partner / teman lebih senang mengadakan pertemuan / meeting di CS karena ada dimana-mana, tempatnya enak untuk ngobrol dan minuman serta cakenya enak2. Oya, selain itu tersedia Wifi gratis yang bisa kita akses selama menunggu mereka datang.
Namun tahun 97, minum kopi di CS bukan menjadi kebiasaan saya, apalagi saya bukan penggila kopi. Istri sayalah yang ketika itu lebih sering membeli kopi untuk kemudian saya icip2 sesruput dua. Selebihnya saya tidak pernah membeli sendiri, sehingga istilah2 espresso, cappuccino, coffee latte, macchiato dlsb tidak akrab di telinga saya.
So kembali ke pertemuan saya dengan si CEO tadi. Setelah bersalaman dan saya meletakkan pantat saya dengan nyaman di sofa di depan beliau, dia menawarkan ke saya untuk pesan minum atau cake terlebih dahulu. Untuk itu pelayanpun dipanggil.
Nah disini muncul masalah, setelah saya lihat menu minumannya saya bingung sendiri, kopi apa ya yang biasa dipesan istri saya itu? Macchiato, coffee latte, espresso atau cappuccino? Yang pasti saya ingat bunyinya ada o o nya begitu. Hmmm…saya bolak balik menunya, saya tetap gak ingat. Tapi mau nanya kok malu, lha Senior Manager kok gak tahu kopi, piye toh.
So dengan sok tahu sayapun menunjuk salah satu jenis kopi di menu itu, kemudian si pelayan mengkonfirmasi:”Espressonya single atau double pak?”
Wekkk…apa pula itu? Duh ini pelayan gak tau diri bener, pake nanya2 begituan segala…ergghhh… Sekali lagi dengan nada suara meyakinkan saya katakan: ”Single aja”
“Ehh…Gun, yakin kamu mau espresso, pahit banget lho”, kata si CEO menyela, mungkin dia sejenak melihat keringat dingin menetes di kepala saya wakakakak…
“Eee…ya, itu aja, espresso single”, masih berusaha mempertahankan nada suara seyakin mungkin saya menoleh ke pelayan itu.
Setelah pelayan pergi, kami mulai ngobrol2 ringan sampai kemudian si pelayan datang lagi sembari membawa se cangkir kecil kopi. Lohhh…kok cangkirnya kecil banget sih…kok seperti sloki minuman keras begitu…kok bukan di mug sih…mati deh pasti salah pesan ini. Kok gak seperti yang dipesan istri saya ya…duhhh…beneran salah deh…
Tetapi, tetap dengan gaya meyakinkan, saya mengucapkan terima kasih ke pelayan dan kemudian mengangkat sloki espresso itu, kemudian pelan2 saya menyeruput isinya. Jiahhh…. puaaahitttnyaaaaa….edannnn…..
Duh bener2 gak uenakkk….pollll….
Kalau saja di rumah, sudah saya semburin ke yang menyajikan kopi gak enak itu, sembari jingkrak-jingkrak menyumpah serapahi yang menyajikan kopi paling tidak enak sedunia itu.
Tapi, saya kan Senior Manager, jadi meskipun rasanya gak karu2an saya coba tetap tenang. Senior Manager kok panic. Tenanggg…kasih gula kan beres, pikir saya…
Hahahahaha….sesudah itu saya melakukan tindakan yang membongkar ke sok tahuan plus ketololan saya. Saya letakkan gelasnya, kemudian saya mengambil gula dalam sachet yang tersedia di meja, saya cemplungin satu, saya coba masih puahiittt, cemplungin dua, sama saja, sampai tidak bungkus tidak berubah, sayapun give up, kopi edan iki pikir saya…hehehe…
Saya tidak tahu bagaimana gelinya si CEO melihat tingkah laku sok tahu anak muda di depannya. Kalau saya jadi si CEO itu, mungkin saya sudah guling-guling di tanah menertawakan ke sok tahuan si orang gila di depan saya hehehehe…
Espresso kok ditambahi gula wakakaak…Espresso adalah biangnya kopi, yang memang disajikan pahit menggunakan ‘strong coffee’ dan di brew dengan tekanan tertentu. Kopi jenis ini disukai penikmat kopi sejati, yang justru menikmati kepahitannya. Sedangkan yang ingin saya pesan sebenarnya adalah cappuccino, yang bunyinya mirip ada o nya tapi bagai bumi dan langit rasanya…hehehehe….
Meskipun pengalaman di atas sangat memalukan, tetapi saya belajar banyak dari sana. Sejak saat itu saya lebih bisa menertawakan diri sendiri, saya tidak malu bertanya kalau tidak tahu, cuekkk dah…daripada tambah malu.
Ngapain kita harus malu, semua orang memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri. Tidak ada orang yang tahu semuanya, yang pasti ada adalah orang yang sok tahu…seperti saya wakakakak… Sotoiiii…
Semoga adik2 pembaca tidak sampai mengalami pengalaman pahit saya ini dan bisa memperoleh insight dari tulisan ini.
Ya bener.. podo.
Gue juga makan gengsi dan keblondrok bolak balik urusan kopi ini. Tapi akhirnya jadi suka yg pahit-pahit untuk enjoy kopi. Akhirnya beli gilingan dewek, dan mulai cari biji kopi sesuka hati dari asal daerah mana, yg wangi, yang aneh-aneh (jadi masih taraf mencari-cari, belum punya aroma/ rasa favorit). Asyik nggiling manual, isa diatur mau butiran halus atau kasar, .. dan di rumah anak-anak justru rebutan kepingin nggiling.
Wah bagus dong, keblondrok malah jadi barista, siapa tahu bisa buka coffee shop yang sekarang sedang menjamur hehehehe..
Btw, i like the term “keblondrok”, geli saya mbacaya, emang bahasa jawa bnyk yang lucu2, keblinger, kepontalan, kesingsal wkwkwk…
MERDEKAAA!!!!
Wah pak, belum tentu minum expresso itu disukai penikmat kopi sejati pak.
Tapi karena body udah minta mode:sleep, deadline pun tiba dan mesti ketemu client 😀
Hi Den, how are you? . Katanya sih espresso tuh minuman orang yg sudah sangat doyan kopi…katanya, tp ternyata kamu pake untuk ganjel mata ya wkwkwkwk…. Emang effektif ya?
Baik pak 🙂 thanks, bapak gmn khabarnya?
Efektif kok pak, apalagi rasa pahit kayak ke sum-sum tulang parah bener rasanya, setiap kali minum pasti kedua mata sampe ketutup.
tp anehnya kok, Kratingdeng (klo gak salah namanya) .. sampe saat ini dia yg paling hebat dari expresso double shot.
sampe2x saya gak berani minum klo gak terpaksa sekali 🙂
Saya juga baik, lagi belajaran ngeblog ini biar gak go blog 🙂
Jangan sering2 dipaksa pakai kafeine wong kamu kurus gitu wkwkwk…udah aja foto bossmu ditempel di depan meja 🙂
wah, mas Gun, artikel sampeyan jadi pembelajaran utk selalu di ingat….malu bertanya, pahit di lidah !
Hahahahaha….ini term baru milik Anda: malu bertanya, pahit di lidah… NICE wkwkwk…
GBU
pengalaman memang mahal ya Pak Gun, mahal di sini makan gengsi sendiri di depannya CEO 😀
Ya memang, pengalaman mahal. Tapi, saya berikan gratis ke kamu :).
GBU
pengalamannya : Espresso pahit yah,kak?? 😀 hahaha
Pahit di lidah, kecut di hati wkwkwkwk….