Disclaimer: tulisan ini merupakan pengalaman pribadi saya, msh seputar masalah Kejar Setoran, yang saya share agar supaya, mereka dengan kondisi mata yang mirip seperti saya (mohon perhatikan sekali lagi: kondisi mata mirip seperti saya), tidak mengalami pengalaman seperti yang saya alami. Saya tidak mendiskreditkan pihak siapapun, namun melulu hanya sharing pendapat pribadi.
Saya rasa sebagian, bahkan mungkin sebagian besar, teman2 yang membaca tulisan saya ini menggunakan kacamata. Dan sebagian darinya pasti bermimpi bebas dari kacamata seperti saya, seperti beberapa bintang iklan yang ditayangkan oleh pihak penyedia jasa operasi LASIK.
Saya mulai berkacamata, seingat saya, sejak mulai dari liburan panjang kelulusan dari SD ke SMP puluhan tahun silam. Mata saya sebelumnya adalah mata yang sehat, dalam artian tidak ada yang cacat atau apa. Saya juga tidak memiliki silsilah keluarga yang memiliki cacat mata, selain orang tua yang menggunakan kacamata baca karena sudah berumur, dan hal ini pasti terjadi pada hampir sebagian besar manusia berusia di atas 40 tahun.
Namun pada saat liburan panjang itu, saya ingat sekali, saya membeli novel2 yg lumayan tebal sebagai pengisi waktu. Saya ketika itu menghabiskan seluruh tabungan saya membeli novel Serpico, Papilon, Eagles Has Landed, Guns from Navarone (ini novel2 baheula) dan lain-lain, selain juga tidak ketinggalan komik silat Kho Ping Ho, Gan KL dll seperti Pendekar Super Sakti, Bu Pun Su, To Liong To, Memanah Burung Rajawali dll, ah betapa menyenangkan menyebut nama2 itu (nostalgila…:))
Dan yang lebih saya ingat adalah bagaimana saya menghabiskan Papilon yg terdiri atas 2 buku hanya dalam 3 hari. Saya membacanya seperti kesetanan, dari pagi hingga pagi hari lagi. Dan setelah itu, mata saya seperti ditusuk-tusuk silet, seperti terganjal pasir…dan setelah diperiksa ke dokter mata, ternyata dinyatakan iritasi karena terlalu dipaksa membaca berlebihan. Mata saya kelelahan mata dan kemudian dokter memvonis mata saya sudah minus.
Saya shock dan menyesal sekali ketika itu, saya bahkan sampai hampir menangis membayangkan harus mulai berkacamata seperti teman2 saya yang lain. Ketika itu anak2 berkamata bukannya keren, tapi dianggap seperti kutu buku atau ansos (anti social istilah anak2 sekarang :)).
Sejak saat itu saya mulai menggunakan kacamata setiap hari hingga saya saat ini berumur mendekati setengah abad (jadi buka rahasia deh :)). Rentang usia ini perlu saya ungkapkan disini karena di usia sekitar 40 tahun ke atas hampir bisa dipastikan sebagian besar orang akan mengalami mata plus, rabun dekat. Ciri2nya kalau mau membaca Koran atau melihat dekat, kacamata dilorotkan atau dinaikkan, kemudian korannya di dekatkan ke mata, atau sedikit menundukkan kepala sembari melihat melalui bagian atas luar kacamata.
Kondisi mata saya sebelum dioperasi LASIK, besaran ukuran minus saya kanan dan kiri tidaklah terlalu besar, sekitar -1.75 dan -2.25, saya lupa mana yang kanan mana yang kiri. Sedangkan plus saya sekitar +1.75 kanan dan kiri, tanpa ada silinder.
Sebenarnya kondisi sehari-hari tidaklah terlalu parah. Saya masih mungkin mengemudikan mobil tanpa kacamata, namun dengan extra hati-hati tentunya. Saya bisa berjalan-jalan tanpa kacamata, namun kurang enak rasanya. Sedangkan untuk membaca dan bekerja menggunakan computer / laptop sama sekali bebas kacamata, bahkan saya masih bisa membaca cetakan kecil2 di kotak obat.
Saya hanya akan sangat terganggu pada jarak antara harus berkacamata dan tidak. Contoh pada saat saya sedang bekerja di meja dan kemudian ada tamu atau staff yang sedang berdiskusi, maka saya akan sering pasang lepas kacamata. Pada saat saya mengetik, kacamata saya lepas, sedangkan ketika berbicara dengan dengan tamu/staff saya, kacamata saya pasang.
Demikian pula halnya kalau sedang di rumah. Saya yakin banyak diantara teman2 yang membaca koran/buku sembari menonton TV, atau browsing di laptop sembari menonton TV. Nah pada saat2 seperti ini kacamata menjadi pengganggu utama, apalagi kalau dilakukan sembari “leyeh2” di ranjang, maka keberadaan kacamata amat sangat menjengkelkan. Seringkali karena lupa meletakkan kacamata di sebelah badan kita, dan kita tanpa sadar merebahkan diri di atasnya, maka “krekkk” patahlah si kacamata tercinta.
Lha masa hanya gara2 hal sepele seperti itu saja pake di LASIK segala. Sok gaya atau kebanyakan duit kali?
Hmm….sekali lagi rentang usia penting disini. Bagi yang telah melalui usia kepala 4, akan lebih mudah memahami apa yang saya rasakan, namun bagi yang belum cukup umur :), mungkin agak sulit memahaminya.
To be continued…