5 menit menjelang keberangkatan saya dan istri ke Tempat Pemungutan Suara di kompleks perumahan saya, saya sempat ragu2 untuk pergi. Saya bahkan sempat menyampaikan keragu-raguan saya ini ke istri saya. Saya pikir percuma saja saya membuang-buang waktu mencoblos kandidat yang saya jagokan ini, pasti kalah deh. Mungkin sama seperti kurang lebih 37% penduduk Jakarta yang lebih memilih ke mall atau Puncak atau Bandung daripada ke TPS.
Ada pikiran apatis, cuek bebek akan apa yang terjadi. Rasanya sudah pasti yang terpilih ya yang itu itu juga, yang paling pinter buang2 uang untuk kampanye, yang paling besar dukungan dari partai politiknya, yang paling jago lobby sana lobby sini, yang didukung pengusaha dan politikus tertentu. Paling2 itu juga yang menang… Akhh malas ahhh…
Tapi kemudian, saya pikir2 lagi, biar deh kalah, kalaupun memang akhirnya kalah, paling tidak kalahnya terhormat. Biar deh saya buang2 waktu ke TPS, biar tahu kalau jagoan saya juga ada yang milih, lagian sudah terlanjur ganti batik, wis kadung ganteng wkwkwkwk…
Akhirnya saya tetapkan untuk pergi, antri berpanas-panas dibawah tenda yang dirancang mirip seperti orang Betawi lagi pesta pernikahan lengkap dengan umbul2 dan lontong sayurnya. Dan sayapun mencoblos lah…blossss….terus jari telunjuk sayapun dicocolkan ke tinta warna biru sebagai tanda sudah nyoblos.
Sayapun berangkat ke kantor seperti biasa, melupakan proses coblos mencoblos yang sempat saya anggap tidak berguna ini. Saya tiba di kantor pukul 8:15 sembari terheran-heran dengan keputusan beberapa perusahaan yang meliburkan karyawan hanya karena urusan coblosan ini. Argghhh betapa borosnya kita membuang-buang waktu ya, hanya karena coblosan beberapa menit minta libur :(.
Saya sebenarnya sudah benar2 lupa mengenai proses pilgub ini, tenggelam oleh kesibukan pekerjaan di kantor yang tidak pernah habis2, hingga kemudian saya membaca di salah satu group Blackberry saya bahwa hasil perhitungan cepat dari salah satu lembaga dimenangkan oleh pasangan Jokowi – Ahok yang saya jagokan.
Whattt????? Saya terperanjat benar dengan berita ini. Serasa tidak percaya, saya baca beberapa kali, dan saya cek di detik.com dan kompas.com. Ternyata benar, ternyata pasangan yg oleh 5 lembaga survey divonis kalah oleh pak Kumis itu, malah menang. Bukan selisih nol koma sekian persen, tetapi selisih lebih dari 8%, angka yang cukup significant mengingat vonis yang didengungkan oleh lembaga survey sotoyy itu (tahu sotoyy kan…katanya anak saya artinya sok tahu :)).
Sejak detik itu saya jadi rajin merefresh detik.com dan kompas.com meyakinkan diri atas ketidak percayaan saya. Topik perbincangan di kantor mulai mengerucut membicarakan hal ini, demikian pula halnya dengan semua message yang berseliweran di Blackberry.
Kekhawatiran saya akan kesalahan hitung ternyata tidak terbukti. Hingga malamnya ketika saya tiba di rumah, saya cepat2 menghidupkan TV dan semakin yakin bahwa “issue” yang saya baca pagi hari itu benar adanya, Jokowi – Ahok menang dengan selisih suara hingga sekitar 8 – 9% melawan pak Kumis. YES!!!
Saya tidak bisa menyembunyikan kegembiraan hati saya, bukan hanya karena kemenangan JB (Jokowi-Basuki) tetapi karena kemenanganan akal sehat, kemenangan rakyat, kemenangan penduduk Jakarta yang ciamsor (ciamikk soro – artinya hebat luar biasa)
Bukannya saya mau sok jadi analyst, tapi saya cukup banyak membaca bagaimana sepak terjang kandidat lain. Salah satu kandidat bahkan ada dimana-mana, di Koran, radio, televisi, internet, di jalan, di dinding rumah penduduk, di bioskop, dimana-mana deh. Sementara si JB hanya saya lihat dibeberapa berita di Koran dan televisi. Dan ketika pas saya melihat beliau lagi kampanye di salah satu gedung, lha kok ya kebetulan gedungnya gak penuh pula. Jadi ya kok madesu gitu..
Jadi harapan saya agar beliau menang, sudah setipis iPad J. Apalagi salah satu kandidat muncul dalam bentuk berita, bukan dalam bentuk iklan lho, di salah satu Koran yang saya langganani. Awalnya saya pikir setelah diberitakan sekali, kandidat lain akan bergantian diberitakan…eeehhhh…rupa2nya setiap hari saya dijejali dengan berita mengenai kandidat ini. Saya sampai sebel sekali, saking sebelnya hampir saja saya berhenti berlangganan.
Pengindoktrinasian penduduk Jakarta yang secara massive ini dilakukan oleh dua kandidat yang salah satunya adalah pak Kumis. Sementara JB tidak terpantau radar saya kecuali melalui message yang sering saya terima melalui group di Blackberry. Hanya ini tok yang membuat saya sadar bahwa JB masih “in the loop” dalam proses pilgub ini. Selebihnya pemberitaan kampanye JB hanya seperti angin sepoi2 saja.
Oleh karena itu saya pernah mengatakan, dan meng-under estimate penduduk Jakarta, bahwa JB hanya akan dipilih oleh kalangan menengah yang rajin ber BB ria. Sedangkan populasi terbesar penduduk Jakarta sudah dibeli oleh kandidat lain yang didukung secara berlebihan melalui iklan, kampanye dlsb.
Namun apa yang terjadi, JB menang. Menang cukup telak dibanding lawannya yang hakul yakin menang satu putaran (zombie bener…:P).
Ahhh…puas sekali rasanya… Jarang2 saya merasa seperti ini, menikmati sesuatu yang diluar dugaan siapapun juga.
Tuhan memang luar biasa, penduduk Jakarta memang luar biasa, saya memang luar biasa kikikikkkk…
So…mari kita tunggu putaran kedua…yang sekarang saya yakin pasti akan dimenangkan oleh Jokowi – Basuki untuk membangun Jakarta Baru.