It is 2018… It is New Year…
Happy New Year pembaca tercinta… 🙂
Tahun baru, semangat baru, ide baru dan resolusi baru… tentu itu yang harus kita lakukan untuk menyambut tahun yang baru ini. Setuju kan pembaca? 🙂
Setuju kan yaa… meskipun hanya satu dan simple, paling tidak kita perlu punya 1 resolusi untuk setiap tahun baru. Misalnya: mengurangi jajan, mengurangi main game, mengurangi atau kalau lebih hebat lagi berhenti merokok… dll… dll…
Nah memasuki 2018 ini, sayapun menetapkan salah satu resolusi 2018 saya adalah dengan…
leave as many as possible group chat yang saya ikuti… hehehehe…
Lohhhh kok gitu sihhh??? … Kok malah leave group sih… itu komentar beberapa teman saya ketika saya beritahu resolusi saya ini…
Kok?
Kenapa?
Kepala? Eh… kenapa kok leave?
Tidak ada satupun yang mendukung atau mengamini ide ini… semuanya bertanya2… kenapa dan kenapa??? Seakan-akan leave group itu merupakan dosa yang tidak boleh dilakukan :)…
Sebenarnya jawabannya mudah sekali, because I love it sooo muchhh… Really, I love to chat so much that I have to leave :).
Nah loe… tambah bingung kan… Kalau love it sooo muchhhh kok malah minggat kata temen saya yang lain…
Ya itulah… ya begitu itu… xixixi…
Kalau merujuk pada sejarah penggunaan group chat saya… cailleee… pakai merujuk2 sejarah segala… … Saya ini dulu juga pernah minggat dari berbagai group chat lho. Empat tahun lima bulan yang lalu alasan per-minggat-an saya ini pernah saya tuliskan di blog saya ini, silakan disimak kalau ada waktu. Ini linknya: Why Should I Leave My Group Chats (https://gunturgozali.com/2013/08/09/why-i-should-leave-my-group-chat-2/
).
Ketika itu, setelah beberapa saat meninggalkan group chat, saya merasa lega, bebas merdeka, namun juga sedikit bingung karena tiba2 jadi sepi, jadi nganggur, jadi merasa sendiri, gak ada lagi yang diajak debat atau berantem… wkwkwk… Namun setelah beberapa saat, saya merasakan kenikmatan tersendiri, semacam terlepas dari gulungan arus yang teramat besar begitu.
Namun kejadian ini tidak berlangsung lama.
Satu persatu “seteru” debat saya 🙂 mulai dengan sengaja “menjebloskan” kembali saya ke group2 yang saya tinggalkan itu. Dan tidak hanya itu, group yang tadinya hanya sedikit semakin berkembang, beberapa orang yang “merasa” senasib dan sependeritaan atau sepeng’gilaan’… wkwkwk… membentuk sub-group sub-group lagi.
Yang doyan makan bentuk satu group kecil bicara soal makanan mulu, yang tinggal satu kota bentuk group lagi biar kalau mau kumpul2 gampang, yang suka main foto/drone bentuk lagi bicara soal foto/drone, ada lagi group lingkungan perumahan, group RW, group Keamanan, group jalan kaki, group sepedaan, group Horny nah lho kira2 tahu sendiri lah isinya seperti apa… bwahahaha… uedannn… uedannn beneran…
Itu masih belum ditambah mandatory group yang tidak boleh di delete, yaitu group keluarga, inipun dibagi lagi keluarga kecil, keluarga besar dan keluarga mahabesar. Fiuhhh….
Plus group kantor, tiap satu department atau perusahaan, satu group. Tiap project satu group. Tiap client satu group. Dan malangnya, saya harus ada di semua group… Alamakkk…
Tanpa terasa, alih2 group berkurang, ehhh… tambah buanyak aja… buanyaknya ampun pulak… dan di setiap group ada aja yang ‘gila’ termasuk saya juga… wkwkwk… Ini yang membuat group itu alive, ribut, rame dlsb…
Tapi akibatnya pula waktu kita secara sadar atau tidak habis terkuras… Gak perlu deh pake mereply masing2 group… cukup menyelesaikan membaca aja sudah bisa berjam2 baru beres… Belum lagi kalau kita kemudian “terjebak” dalam arus debat yang panas… wahhhh bisa habis seharian tanpa terasa…
Saya rasa semua pembaca memahami apa yang saya maksud ini.
Nah pada awal tahun 2017, bulan2 ketika Pilkada DKI 2017 berlangsung, kegiatan di hampir semua group chat mungkin berada pada puncaknya. Wahh… issue, rumor, meme, foto, sumpah serapah, doa2 dan lain2 bertebaran luar biasa aktifnya. Benar2 edan…
Sampai akhirnya perdebatan yang harusnya intellectual kadang terasa menjadi kasar dan kampungan, debat yang tadinya biasa2 saja menjadi panas dan membakar, teman yang tadinya baik menjadi renggang …dlsb.
Saya rasa Pilkada DKI 2017 adalah Pilkada yang paling tidak saya benci, karena ya itu tadi, selain teman, banyak juga persaudaraan yang renggang gara2 yang satu berpihak kesini, yang lain berpihak kesana.
Demikian juga di beberapa group yang saya ikuti, meskipun Pilkada sudah lama berlalu, namun beberapa orang tidak bisa move on, bekas2 itu masih sangat terasa. Beberapa orang dengan sangat pandainya menyelipkan issue2 SARA di dalam setiap diskusi, sehingga diskusi yang gak ada urusannya dengan SARA pun karena selalu disiram dengan issue2 spt ini akan langsung menyala. Diskusi yang tadinya cool bisa tiba2 berubah arah menjadi api yang membara… hehehe…
Menarik sebenarnya mengikuti berbagai group chat ini… Amat sangat menarik malah…
Kita bisa melihat dan mempelajari berbagai macam sifat manusia.
Ada yang dulu waktu masih SMP/SMA alim luar biasa, mirip seperti patung lilin gitu, tiba2 di group chat beginjalan seperti cacing kepanasan… wkwkwk… Ada yang tampil bak pertapa, ucapannya selalu berbau hal2 rohani tapi kelakuan sehari2 sangat dekat dengan Si Alex itu… wkwkwk…, ada juga yang doyannya nge-forward… semua di forward tanpa dibaca yang penting being the first dah, ada juga yang kalau ngepost bikin mata terbelalak karena soooo hotttt… (tahu sendiri lah mangsud e ) atau pamer harta abisssss2an… ada lagi yang kalau makan ini dipost makan itu dipost, di mall ini selfie, di mall itu selfie, bahkan ada yang gonta ganti pacar juga dipost, bahkan yang paling hebat dari semuanya ada yang selfie di sebelah jenazah orang yang dicintainya… Ruarrr biasa menarik dah…
Saya sendiri terlibat cukup aktif, karena saya pada dasarnya gak bisa diam kalau ada yang pamer berlebihan… (ngiri gitu lhooooo… wkwkwk)… Dan saya berprinsip kalau sudah ikut di group, ya berpartisipasi, gak cuma diem.
Saya berusaha berkomentar karena saya dulu suka jengkel kalau lagi ngepost atau komentar atau nanya, yang lain diem aja. Kayak kita dianggap angin lalu aja. Terus mereka nongolnya hanya kalau pas ada yang ultah atau… mati… Selebihnya mak jlebbb dieeeeemmmm aja…
Tapi anehnya, mereka yang diem aja ini yang paling heboh kalau saya leave group… Dicariin sayanya, dibujuk2 supaya balik lagi.
Saya tanya, lha ngapain balik, loe aja diem gitu…
Apa jawabnya, coba??
“Eh gak ada eloe jadi sepi lhooo…” atau…
“Gw kalau baca bacotan loe suka ngakak2 sendiri…”
Kurjar benerrrr… dikirain saya ini actor Standing Comedy apa… errrghhhh…
Itulah yang membuat saya sangat mencintai group chat ini… penuh suka, duka, canda, berantem, kick2an, jotos2an dlsb… dan hal ini bertahan cukup lama… buktinya 4 tahun 5 bulan setelah saya leave group, group saya malah nambah tuhhh… wkwkwk…
Tetapi beberapa bulan lalu ada kejadian yang membuat saya harus merefleksi diri…
Dulu, pada awal2 mulai aktif di group chat, kalau saya tidak merasa cocok dengan group yang saya ikuti, dan apalagi jika ada debat yang menurut saya gak make sense. Saya akan leave aja itu group, tentu dengan kejengkelan di hati. Namun setelah beberapa kali berpengalaman menghadapi berbagai mahkluk di dunia per’chat’an, saya semakin cool. Saya tidak lagi mudah terpancing emosi saya. Ya sudah kalau sudah panas debat, saya diemin aja, biarkan aliran air kotornya lewat dulu… wkwkwk… Ntar kalau airnya sudah bersih lagi, saya loncat lagi, begitu kira2 prinsip saya akhir2 ini.
Akan tetapi beberapa bulan lalu, masih dalam suasana panas setelah Pilkada DKI, ada beberapa kejadian yang membuat saya harus mengambil keputusan meninggalkan beberapa group chat for good. At least for now…
Bagi pembaca yang sering berdebat di group chat tentu memahami betapa cepat diskusi/debat itu berlangsung. Semuanya hanya dalam hitungan detik, bahkan mungkin sub-second :). Karena di dalam suatu saat, kita harus membaca beberapa komentar sekaligus dan dengan segera menimpalinya, kalau tidak ingin tertinggal arus pembicaraan…
Pada diskusi/debat yang kategori panas, kecepatan membaca, menganalisa, meresponse dan mengetikkan kembali jawaban kita adalah merupakan kunci yang sangat penting untuk bisa berpartisipasi. Sehingga kadang, jawaban/response yang kita ketik belum tentu sesuai dengan apa yang kita maksud. Saya yakin pembaca juga tahu apa yang saya maksud.
Tambahan lagi di diskudi/debat di group ini, kita tidak bisa menebak emosi penulisnya, kecuali dia rajin menggunakan emoticon. Kalau Bahasa lisan, kita masih bisa mendengar intonasi pembicaranya sehingga kita tahu dia lagi serius atau guyon. Mirip seperti hilangnya tanda baca pada kalimat seperti ini:
Mariii ke kebun… binatang
Atau
Mariii ke kebun binatang…
Nah pada debat panas mengenai topik politik dan agama… Hilangnya emosi di chat group ini bisa sangat berbahaya.
Sementara 2 orang yang berdebat lagi berasap kepalanya, teman2 lain menimpali dan membumbui salah satu pihak seakan2 serius ikut berdiskusi, padahal di belakang layar cekakakan dengan maksud memanaskan suasana atau guyon. Dua orang yang sudah saling hunus keris ini menjadi tambah panas dengan celetuk2an penggembira yang tak tampak ini. Akibatnya ya itu, temen jadi renggang, saudara jadi musuh…
Selama bertahun2, debat panas hingga membara sudah saya alami. Salah satu group paling intellect di antara group saya yang lain berisi orang2 berilmu tinggi, baik content maupun Bahasa dan tatakramanya.
Saya sangat menikmati perdebatan disini, yang bisa satu hari penuh isinya hanya membahas satu topik. Sampai suatu ketika, salah satu membernya, yang mungkin juga saat ini membaca tulisan saya ini, memutuskan untuk quit.
Saya kaget. Kami kaget.
Saya bertanya2 apa yang menyebabkan dia sampai quit, padahal saya sangat mengenal dia sebagai salah satu member paling cool. Yang tidak mudah terpancing emosi meskipun sudah termasuk kategori dilecehkan… wkwkwk… Beda dengan saya, berani melecehkan, saya quit… wkwkwk…
Satu persatu mencoba membujuk dia untuk kembali, namun dia bersikukuh tidak mau kembali.
Saya juga berulang kali mencoba merayu dia. Karena dia teman debat, belajar dan ‘nyek2an’ paling enak (ngerti nyek2an gak ya … wkwkwk… apa tuh ya Bahasa Indonya… kick2an… nah tambah puyeng deh… ya pokoknya gitu deh… wkwkwk… ), tetap dia bersikukuh tidak mau.
Selidik punya selidikit, ternyata teman saya ini sangat tidak berkenan salah satu topik yang selalu diangkat oleh teman lainnya, padahal di group itu berkumpul bermacam member dengan latar belakang dan kepercayaan yang beragam.
Hmmmm… kok bisa sampai begini ya… padahal pada waktu debat itu, saya termasuk yang ikutan jadi provokator… wkwkwk… biar suasana lebih bergairah gitu lho maksudnya, tapi tidak dinyana tidak diduga kok bisa si Cool Boy jadi hot juga…
Pada kurun waktu yang tidak lama dari quitnya teman saya itu, saya ‘nyekak’ teman saya yang lain di group lain dengan maksud guyon, namun salah satu teman saya nyeletuk: ”Wuikkk GG kasar banget omongnya” demikian katanya.
Hanya satu kalimat itu… saya tahu satu kalimat itu akan lenyap hanya beberapa detik ditelan postingan chat yang lain…
Namun impactnya bagi saya ternyata berbeda…
Sementara saya masih mencerna semua debat2 panas paska Pilkada dan quitnya teman saya di atas… komentar yang biasanya tidak saya gubris itu, menjadi sangat berarti.
Saya segera bisa mentralisir komentar dia ini, namun tidak saya pungkiri bahwa saya terhenyak… kaget…
Duhhh… apa iya ya guyon saya itu kasar ya??? Padahal sedikitpun tidak terbersit di kepala untuk bermaksud demikian…
Jika yang membaca hanya sebagian yang saya komentari, memang terasa kasar. Namun jika mengikuti keseluruhan pembicaraan, sebenarnya tidak…
But… who cares???
Ibarat Nila sudah menetes di sebelanga susu, maka rusaklah susu se Belanda… eh sebelanga itu… . Artinya… ya begitu deh… saya jadi merasa bersalah. Dan saya jadi termenung, sudah berapa banyak kata atau kalimat kasar yang sudah saya lontarkan, yang mungkin membuat puluhan atau ratusan teman saya tersinggung, tanpa sedikitpun saya bermaksud demikian.
Beberapa kejadian di era Pilkada, post Pilkada, dan dua kejadian di atas merupakan refleksi yang sangat baik bagi saya untuk meninjau kembali fungsi dan manfaat group chat bagi saya.
Tidak bisa saya pungkiri banyak hal yang saya peroleh dari group chat seperti yang sudah saya singgung di atas. Namun banyak juga hal negative yang diakibatkan oleh group chat ini.
Sekarang tinggal saya mengambil timbangan dan memutuskan mana yang lebih berat, bukan begitu pembaca.
Saya sudah mengatakan alasannya di permulaan tulisan saya ini, because I love it so much… Sehingga group chat ini semakin lama semakin menyita waktu saya yang cuma beberapa jam sehari ini.
Beberapa teman mengatakan: Ya sudah gak usah dibaca toh, biarin aja…
Lha aneh toh usul ini…
Terus ngapain ikut group untuk kemudian gak dibaca??? Aneh gak??? Hehehe…
Saya bilang begitu, dijawab begini: Ya sudah kamu baca tapi gak usah komentar tohhh… beressss…
Nah ini saya gak bisa…
Mohon maap… deh…
Saya kalau membaca pernyataan yang tidak sesuai dengan prinsip yang saya anut, atau prinsip yang diajarkan oleh orang tua saya, saya pasti berkomentar. Wong yang sesuai aja saya berkomentar apalagi yang gak sesuai… wkwkwk…
Saya justru amat sangat heran dengan teman2 yang diemmmmmm aja itu lhoooo… Duhhhh kalian ngapain ikutan group kalau kerjaannya cuma nungguin keluar kata Happy birthday sama Ikut berduka cita… terus dengan bersemangat mengucapkan… eh salah mengcopy paste, tepatnya, kalimat2 paling bagus….
Terussss… diemmmmm lagiiii… nunggu lagi ada yang ngepost Happy… bwakakakakkkk…
Mending you leave that group lah… daripada tang ting tong… atau kalaupun di silent keluar angka2 yang menunjukkan berapa message belum dibaca, yang bagi saya sangat mengganggu itu…
So,
I wanna have more time for myself…
I wanna have more time for my family…
I wanna have more time for my books…
I wanna have more time for my drones…
I wanna have more time for my collections…
And…
I wanna have more time for my blog… jieeeehhhh… tapi ini betul lho, saya terakhir ngepost itu tanggal 7 April 2017… terus stop… ini semua pasti gara2 group chat… bwahahaha…
Mudah2an pembaca yang sama kasusnya dengan saya, terjerat cinta dengan group chat, mereview kembali kegiatan chatting yang tidak habissss habissssnya itu… karena ada hal lain yang dihabisin oleh si group chat tercinta ini… yaitu OUR OWN TIME…or ME TIME…
Semoga temen2 admin group chat yang saya tinggalkan, merelakan saya pergi… Saya perlu menyelipkan permohonan ini karena banyak teman2 yang sebenarnya juga merasakan hal yang sama seperti saya tapi tidak enak hati untuk leave group, dan setelah leave dijeblosin lagi tanpa permisi. Mau leave lagi kok sungkan, sehingga mirip filmnya Warkop… Maju Kena Mundur Kena… wkwkwk…
So relakanlah kami pergiii…jiahh… mirip lagunya Engelbert Humperdinck … Please, release me let me go…..
Wkwkwk…
Salam,
Guntur Gozali,
Kebon Jeruk, Jakarta,
Senin, 1 January 2017, 23:30
Happy new year pakk.
Wahhh saya hampir aja lupa sama blognyaa 😂😂
Grup chat sebanyak itu sehari bisa charge berapa x yah ??? Hahhaa
Tapi dulu aku juga ada 1 grup chat yg selalu ak follow trus n aktif berasa loh kayaknya kita ga bisa kemana mana selain mantengin grup chat. Kalau di tinggalin bentar tiba2 aja sudah ratusan chat.
Tapi karena makin lama yg di bahas ga penting akhirnya itu grup ga aku buka tapi ga leave. Kalau sudah ratusan tinggal aku clear chat.
Terkadang aku merasa yg aktif trus di chat grup seperti tidak ada kesibukann lain😂😂 terlebih kalau yg di bahas urusan tak penting 😂😂, IMO
Semogaa bisa kembali menulis di blognya lagi pakk 😀 ditungguuu…
Keren pak. tp saya blom punya keberanian seperti bapak hehehe.. masih banyak rasa ga enak hati. walaupun banyak yg saya mute groupnya
Satu resolusi tapi panjang bin detail penjabarannya.. 🙂 n akhirnya mulai nulis lagi setelah hampir setahun libur. menunggu next artikel.
Satu resolusi tapi penjabarannya panjang bin detail.. haha.. n akhirnya nulis lagi setelah hampir setahun cuti.. 🙂 menunggu next artikelnya om