Ketika saya mulai mengetikkan tulisan ini, saya sedang menyaksikan acara Metro This Week di MetroTV yang sedang mengulas kasus korupsi yang didakwakan ke Irjen Djoko Susilo dalam dugaan korupsi proyek simulator ujian surat ijin mengemudi yang sedang menjadi berita hangat dimana-mana.
Tadinya saya hendak memindahkan channel TV ke yang lain, namun mata saya tetap terpaku di MetroTV akibat pemberitaan penyitaan2 asset yang dimiliki DS berupa tanah, rumah, bis, SPBU, villa yang tampak jelas bentuk fisiknya, tidak seperti berita korupsi lain yang lebih sering menyebutkan angka2 tanpa bukti fisik yang nyat
Yang membuat saya lebih terpaku lagi adalah ucapan si penyiar yang mengatakan bahwa hingga saat ini seluruh asset DS yang disita tersebut sudah hampir mendekati angka 200M, baca pelan-pelan ya: DUA RATUS MILYAR…. Ck ck ck … gilee… dua ratus milyar ….dua ratus ribu juta rupiah eiii… Luar biasa.
Kepala saya sempat pening membayangkan betapa luar biasa besarnya angka tersebut. Lha coba bayangkan, kalau seorang Irjen bisa memiliki asset sebesar itu, dari HANYA 5.6 M yang dilaporkannya, lalu seberapa besarkah angka total korupsi di seluruh Indonesia ini. Byuhh…byuhh…edann…edann…
Meskipun hampir setiap hari, atau bahkan mungkin setiap jam, berita korupsi di Negara ini selalu bisa kita temui di Koran, majalah, TV dan radio, namun tetap saja kita dikejutkan oleh keserakahan koruptor2 itu. Ada lagi satu berita korupsi yang tidak hanya membuat saya muak, tapi bahkan mual ketika membacanya, yaitu berita mengenai korupsi dana bantuan social yang sedianya diperuntukkan untuk masyarakat yang sedang menderita kesusahan. Itupun juga diembat, gila nggak??
Duhhh…kemanakah hati nurani mereka itu??? Tidak takutkah mereka akan dosa ngembat kekayaan bukan miliknya?? Apalagi mengkorupsi dana yang sedianya diperuntukkan untuk orang kesusahan?? Kemanakah hati nurani mereka itu? Kemana???
Saya jadi teringat kotbah yang diucapkan oleh Romo Jusuf Halim SVD, pada seminar Membangun Keluarga Kristiani Di Tengah Masyarakat Modern pada tanggal 12 Maret 2013 lalu. Beliau menekankan bahwa di tengah masyarakat modern yang semakin canggih ini atau mungkin lebih tepat edan ini, orangtua seharusnya tidak hanya mendidik anaknya agar punya OTAK, tetapi juga punya HATI. Yah, sekali lagi saya tekankan, jangan hanya punya OTAK, tetapi punyalah juga HATI.
Beliau menyindir betapa luar biasanya orang tua modern sekarang mempersiapkan anak2nya dengan berbagai macam pendidikan yang super mahal, memberikan berbagai macam les dan kursus, memanjakan anak2 dengan fasilitas, uang jajan dan perangkat komunikasi yang canggih, namun sangat kurang memperhatikan pertumbuhan rohani anak2 mereka, mengajarkan perihal ketakutan akan Tuhan, ketakutan akan berbuat dosa, hormat kepada orangtua, dan mengajarkan sopan santun.
Ketika mendengar hal ini saya dengan mantap mengangguk-anggukkan kepala saya tanda setuju, hingga istri saya menyenggol tangan saya, mungkin karena anggukan kepala saya terlalu mantap :). Ya betul, apa yang dikatakan Romo Halim sangat saya amini.
Saya pribadi sangat merasakan perbedaan sikap anak2 sekarang dibandingkan dengan jaman saya dulu. Dulu wajib hukumnya bagi saya untuk menyapa orang tua teman kalau saya bertemu atau bertandang ke rumahnya dengan “Selamat pagi Om, selamat pagi Tante”. Atau mengucapkan terima kasih dan memohon ijin jika hendak pulang setelah puas bermain-main.
Anak2 sekarang, rata2 cuek. Sebagian besar mereka tidak peduli keberadaan kita, boro2 diucapin “Selamat pagi atau siang atau malam”, dianggap masih ada aja sudah untung :).
Hal ini juga terasa hingga ke lulusan2 Universitas dari berbagai daerah yang kami undang interview untuk suatu posisi di perusahaan saya. Kalau dulu, apabila saya terlambat apalagi tidak bisa hadir interview, saya akan bingung untuk memberitahu ke yang mengundang bahwa saya terlambat atau saya tidak bisa hadir atau saya sudah diterima ditempat lain. Dewasa ini, sebagian besar, bahkan mungkin 99% lebih yang tidak hadir, menghilang begitu saja, padahal sehari sebelumnya masih mengkonfirmasi akan hadir.
Tadinya saya pikir hal ini hanya terjadi di perusahaan saya saja, sampai saya pernah bercanda ke Board Of Director di kantor saya, bahwa mungkin hal ini terjadi setelah anak2 itu sampai di kantor kami, melihat kantor kami yang jelek, terus mereka balik badan dan ngacir :). Namun tidak, ternyata hal serupa juga terjadi hampir di semua perusahaan lain, bahkan di client2 kami yang terdiri atas bank2 dan perusahaan multi finance terkemuka.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah karena dihapuskannya pelajaran Budi Pekerti yang dulu tidak saya mengerti untuk apa, tapi ternyata sekarang saya rindukan kehadirannya. Atau karena kecanggihan dunia modern, dimana bayi2 pun sudah menggunakan iPad, sehingga bagi mereka dunia hanya selebar 10.1”, tidak ada orang lain lagi di sekitarnya. Atau apa?
Romo Halim sempat menceritakan suatu kisah yang sangat bagus menggambarkan bagaimana pendidikan mental yang baik akan menghasilkan orang yang hebat kelak.
Ceritanya kurang lebih begini:
Pada suatu ketika ada seorang pria turun dari mobil yang diparkirnya. Ketika hendak berjalan menuju restoran favoritnya, muncul seorang anak menawarkan kue yang dibawanya di dalam sebuah bakul.
“Omm, beli kue, Omm”, teriak si anak
Si pria dengan bergegas berusaha menghindar tawaran si anak, namun si anak tetap berusaha membuntuti si pria sambil tetap menawarkan dagangannya.
“Omm, kue Omm. Ayo beli Omm, ini kue buatan ibu saya sendiri Omm. Enak Omm”, rayu si anak lagi.
Si pria, tanpa menoleh, bergegas menghindar dan segera masuk ke dalam restoran tanpa sedikitpun menolehkan kepalanya ke si anak.
Beberapa saat kemudian setelah selesai bersantap siang, si pria meninggalkan restoran dengan perut kenyang dan hati riang. Tanpa diduga, si anak bandel penjual kue, rupanya masih setia menunggu di depan pintu restoran. Begitu melihat si pria keluar, segera dia menyusul si pria dengan teriakan2nya menawarkan kue.
Si pria dengan mengeraskan hati dan menulikan telinga, bergegas berjalan menuju mobilnya di tempat parkir. Namun tanpa putus asa, si anak tetap membuntuti hingga si pria memasuki mobilnya.
“Ayo dong Omm, dicoba dong Omm. Enak lho Omm. Ini buatan ibu saya sendiri Omm. Dijamin deh Om pasti suka. Beli ya Omm, yaaa”, demikian rayu si anak.
Si pria yang sudah berusaha mati2an menghindar akhirnya tidak tahan lagi. Dia segera merogoh kantongnya, mengambil uang 10 ribu rupiah dan menyorongkannya ke si anak: “Nih kamu ambil saja”, kata si pria.
Si anak sesaat terpana melihat uang yang disodorkan si pria. Kemudian pelan-pelan dia mengambil uang itu, mengucapkan terima kasih, lalu dia berjalan mendekati seorang pengemis tua yang kebetulan berada di dekat situ dan meletakkan uang itu di kaleng di depan si pengemis.
Si pria yang tadinya merasa sudah terbebas dari kejaran si anak, dan tentu juga dari rasa bersalah, terbelalak matanya menyaksikan ulah si anak. Bukannya menyimpan uang itu di kantongnya, kok malah dikasihkan ke si pengemis? Gila bener si anak ini, pikir si pria.
Penasaran dengan ulah si anak, si pria kemudian memanggil si anak, dan mengatakan: “Kamu ini apa2an? Kan uang itu saya kasihkan kamu, buat kamu. Kenapa kok malah kamu kasih si pengemis itu??”.
Si anak sejenak memandang mata si pria, kemudian dengan suara bergetar mengatakan: “Omm, saya ini berjualan kue, bukan pengemis. Meskipun kami tidak berpunya, tetapi ibu saya selalu mengajarkan saya untuk tidak mengemis. Saya selalu diajarkan untuk berusaha dengan benar, mencari uang dengan berusaha dan dengan jerih payah sendiri”.
Si pria terhenyak di kursi mobilnya, hampir menangis melihat kesungguhan si anak dan kemuliaan ibu si anak yang mengajarkan dasar hidup yang baik bagi si anak.
———oo000oo———
Begitulah cerita luar biasa ini menggambarkan betapa besar artinya pengajaran yang benar akan nilai2 luhur kehidupan jika diberikan sejak dini, kelak akan membawa si anak menjadi seorang yang hebat, mungkin tidak dalam materi.
Semoga di tengah2 perkembangan kehidupan modern yang semakin gila ini, kita semua sadar betapa pentingnya memiliki dan mengajarkan nilai2 luhur dan mulia bagi diri kita dan anak2 kita. Karena hanya dengan memiliki mental dasar yang kuat kita bisa melalui tantangan dan godaan hidup yang semakin lama semakin gila ini.
Salam
Hallo pak Guntur, apa kabar? Semoga bahagia dan sejahtera selalu.
Di cerita ini bagian yang paling saya suka adalah ceritanya Romo Halim…
Pernyataan seorang anak penjual kue yang begitu mengejutkan, cetar membahana…
Menyayat dan menyadarkan setiap orang setiap orang akan konsisten pada sebuah tujuan hidup sesuai dengan apa yang digelutinya, itu menurut saya merupakan sebuah kejujuran terkeren…
Mungkin bagi sebagian banyak anak akan mudah menerima pemberian seperti itu, namun dia mengerti nilai kejujuran hidup, yang mana harus menerima sebuah hasil dari sebuah kerja keras. Tidak membohongi dirinya sendiri dan membohongi kemampuannya dalam berusaha.
Salut buat orang tua yang menyayangi anak2nya dengan pengajaran nilai hidup yang bermutu, walau dalam keadaan situasi susah pun itu. Semoga memang masih ada orang tus yang seperti itu. Itulah peran orang tua dalam panggilannya sebagai ayah dan ibu. Semoga jadi inspirasi buat semuanya, dan saya sendiri jadi terinspirasi juga.
Hallo juga, puji Tuhan saya masih diberi kesempatan bernafas secara gratis (maksudnya tidak perlu pakai alat segalam macam :)). Semoga Anda juga demikian ya.
Terima kasih atas komentarnya. Semoga kotbah Romo ini bergaung kemana-mana, dan semakin banyak anak2 diingatkan untuk memiliki fundamental cara berpikir yang bener.
Salam
Bener juga kau Gun… dulu gout juga selalu say daag tante daag oom… saya sendiri kayaknya lupa ngajarin anak saya to greet the parents… biasanya anak ketemu temennya dah langsung hi iPad here I come…. let’s have fun.
Hi Bro, lama tidak berkomentar, pada kemana aja :).
Kamu mungkin lupa karena anakmu belum membawa temannya ke rumahmu, dan kemudian masuk tanpa sapa, keluar tanpa sapa, seakan-akan kita ini ghost aja :).
Belum lagi kita sibuk memesankan makan, sibuk manggili mereka utk ke meja makan, terus tanpa ba bi bu, mrk makan dan pergi tanpa pesan dan kesan wkwkwkwk… Baru kamu inget untuk mengajari anak2 supaya tidak berlakuk begitu kalau bertamu ke rumah orang :).
Just wait till those days come 🙂
Jadi orang tua nya, alias gue, yg sebenernya sudah degradasi atau ngak peka akan hal ini ….
Sebenarnya masih peka, tapi terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga lewat begitu saja. Anak2 cukup dikasih iPad biar diem, semakin mereka asyik dengan iPad semakin seneng kitanya, karena gak ada yang gangguin.
Ntar pada saat mereka sudah remaja, kita malah bingung minta digangguin wkwkwkw… Life….