Hello adik2 pembaca yang baik, sudah pernah nonton film yang berjudul Good Will Hunting belum? Itu lho, film lama yang dibintangi oleh Robin Williams, Matt Damon dan Ben Affleck itu? Ya betul, sudah lama banget, dirilis tahun 1991, sudah dua puluh satu tahun lalu, akhir2 ini ditayangkan lagi di HBO Signature.
Seingat saya, dulu rasanya saya sudah pernah menonton film ini, beberapa adegan masih saya ingat, tapi keseluruhan inti ceritanya sudah lupa sama sekali. Oleh karena itu ketika beberapa hari yang lalu ditayangkan kembali, ketika melihat aktor2 pemerannya yang kawakan itu, langsung saya sempatkan waktu untuk menontonnya.
Seingat saya juga, ketika dulu usai menonton film ini, hanya perasaan puas telah menonton film bermutu saja yang saya rasakan. Tidak lebih dari itu, tidak ada pesan khusus yang saya tangkap. Agak berbeda dengan ketika saya tonton beberapa waktu lalu, pemahaman saya mengenai ceritanya jauh berbeda, apakah karena factor U(sia) atau karena message dari film itu sering saya alami akhir2 ini ya :).
Inti ceritanya sebenarnya sederhana, ceritanya adalah mengenai anak genius luar biasa, suka membaca, sok luar biasa, memiliki knowledge yang hebat dan detail, tetapi tidak/kurang memahami esensi hidup ini. Just like very smart kids, yang sering saya temui di dalam hidup saya.
Saya tertarik menulisnya, karena saya sering berhadapan dengan anak2 yang ‘merasa’ super pinter (…teorinya), tidak bersedia mendengarkan ocehan guru atau orang yang lebih tua dengan anggapan kuno, kalah pinter dibandingkan dengan dirinya atau apalah. Saya harap semoga tulisan ini membuat kalian not only be a smart kid, but great kid as well. Be prepared untuk saya kuliahi lagi ya :).
Mohon perhatikan dialog yang sengaja saya kutip line by line dari film Good Will Hunting ini, dialog yang sangat dalam dan luar biasa.
Film ini bercerita mengenai seorang pegawai kebersihan Universitas terkenal MIT yang ternyata memiliki otak yang luar biasa jenius, merasa tahu semua, tidak mau membuka diri hingga dia disadarkan bahwa semua yang dia miliki tidak lebih daripada teori.
Suatu ketika pada saat kuliah matematika, Prof. Gerald Lambeau (diperankan oleh oleh Stellan Skarsgard) memberikan tantangan ke seluruh mahasiswa untuk menjawab soal matematika, Advance Fourier System, yang akan ditempel di papan depan kelas. Mereka diberi waktu hingga akhir semester untuk menyelesaikannya, dan bagi siapa yang bisa memecahkan soal itu akan diberitakan di MIT Tech, bulletin kampus, yang sangat beken itu.
Suatu malam, ketika Will Hunting (yg diperankan oleh Matt Damon) sedang bertugas mengepel koridor kelas, dia melihat ada soal si Prof di papan di depan kelas. Sejenak dia berhenti mengamati soal itu, dan tanpa bermaksud apa2 mengambil kapur dan menuliskan jawabannya.
Tindakan iseng si Will ternyata berbuah kehebohan, karena soal yang diberikan oleh Prof. Gerald adalah soal matematika yang tidak mudah diselesaikan, apalagi hanya dalam waktu sesingkat itu. Lha wong dia ngasih waktu hingga akhir semester. Oleh sebab itulah ketika tiba pelajaran matematika berikutnya, kelas penuh dengan mahasiswa yang ingin tahu siapa mahasiswa misterius yang menyelesaikan soal di papan itu.
Namun tidak ada satupun mahasiswa yang mengakui perbuatannya, sehingga memaksa Prof. Gerald memberikan soal yang jauh lebih rumit. Soal itu kemudian ditempel lagi di papan depan kelas.
Ketika sekali lagi si Will bertugas malam dan melihat soal matematika itu, kembali muncul isengnya untuk menyelesaikan soal di papan itu. Lagi2 dia iseng2 mengambil kapur dan mencoba menyelesaikan soal matematika si Prof. Hanya kali ini secara kebetulan kepergok oleh si Prof dan Assistennya yang ketika itu baru keluar dari suatu ruangan.
Si Prof yang menyangka ada orang iseng mencoret2 papan soalnya spontan meneriaki Will Hunting yang kemudian lari ketakutan karena dia pikir akan dihukum oleh karena tindakannya itu. Sepeninggal si Wil, Prof dan Assistennya melongo mendapati bagian yang sempat dituliskan Will ternyata benar, padahal perlu waktu 2 tahun bagi si Prof, yang mendapatkan hadiah matematika bergengsi itu, untuk menyelesaikannya.
Si Prof kemudian mulai menyelidiki si Will yang ketika itu ternyata masuk penjara gara2 berkelahi dengan anak2 jalanan. Si Prof menjamin pembebasan bersyarat si Hunting, asal dia mau berjanji menemui psikolog yang dipilih Prof secara teratur 2 minggu sekali. Jika Hunting tidak menepati janjinya, maka dia akan dikembalikan ke penjara.
Prof. Gerald sebenarnya memiliki tujuan mulia, dia melihat potensi yang luar biasa dari anak muda tanpa masa depan ini. Namun dia juga menyadari anak luar biasa ini mengalami masa kecil yang suram, yang menyebabkannya menjadi pemuda brandalan tanpa harapan. Oleh sebab itulah Prof. Gerald memaksa Hunting untuk bertemu dengan psikolog.
Namun apa yang terjadi kemudian? Setelah bertemu dengan 5 psikolog pilihan Prof. Gerald, semuanya menyerah tidak sanggup memperbaiki anak ini. Semua psikolog yang ditemuinya, dibuat tidak berkutik, dibuat marah oleh analisa2 Will yang sangat menyakitkan hati.
Will yang memiliki kemampuan membaca cepat, sebelum menemui psikolog yg ditunjuk, Will akan mempelajari dulu latar belakang si psikolog itu, membaca buku yang diterbitkan si psikolog, kemudian ketika sesi konsultasi dia kerjain lah si psikolog sampai marah dan menyerah :).
Psikolog terakhir yang diajukan oleh Prof. Gerald adalah Sean Maguire (diperankan dengan apik oleh pemain kawak Robin Williams). Sama seperti psikolog lain, pada pertemuan pertama Will dengan soknya langsung menyerang Sean dengan mengkritik buku2 di ruangan Sean, mengkritik lukisan Sean dengan teori2 yang pernah dia baca, menganalisa hidup si Sean hingga menyinggung2 istri Sean yang telah meninggal dan sangat dicintainya. Hal ini menyebabkan Will diusir pada pertemuan pertama, yang memang merupakan tujuan si Will :).
Dalam beberapa scent berikutnya ditampilkan bagaimana Will menunjukkan kejeniusannya di dalam menyelesaikan kasus2 matematika. Ditampilkan juga betapa bengal, berandal selain genius si Will ini.
Tulisan saya ini tidak hendak mengulas mengenai film Good Will Hunting ini, selain saya tidak pandai bercerita, pembaca bisa mencari dan menontonnya sendiri. Tetapi ada satu scent / bagian yang paling saya suka dari film berdurasi 126 menit ini yaitu ketika Sean, pada pertemuan keduanya setelah dibuat marah oleh ocehan Will mengenai buku, lukisan, dan istrinya, mengajak Will ke taman dan mengatakan demikian:
“Sean : Thought about what you said to me the other day. About my painting
Will : Oh
Sean : Stayed half the night thinking about it
Something occured to me.
I fell into a deep, peaceful sleep and haven’t thought about you since
You know what occurred to me?
Will : No
Sean : You’re just a kid. You don’t have the faintest idea what you’re talking about.
Will : Why, thank you
Sean : It’s all right
You’ve never been out of Boston
Will : Nope
Sean : So, if I ask you about art, you’d probably give me the skinny on every art book ever written. Michelangelo? You know a lot about him. Life’s work, political, aspirations. Him and the pope. Sexual orientation. The whole work, right?
I bet you can’t tell me what it smells like in the Sistine Chapel You never actually stood there and looked up at the beautiful ceiling. Seeing that.
If I ask you about women, you’ll probably give me a syllabus of your personal favorites. You may have even been laid a few times.
But you can’t tell me what it feels like to wake up next to a woman, and feel truly happy
You’re tough kid
If I ask you about war, you’d probably throw Shakespeare at me, right? “Once more into the breach, dear friend”
But you’ve never been near one. You’ve never held your best friend’s head in your lap and watch him gasp his last breadth looking to you for help.
If I asked you about love, you’d probably quote me a sonnet.
But you’ve never looked at a woman and been totally vulnerable. Known someone that could level you with her eyes. Feeling like God put an angel on Earth just for you, who could rescue you from the depth of hell.
And you wouldn’t know what it’s like to be her Angel, to have that love for her be there forever. Through anything. Through cancer.
And you wouldn’t know about sleeping sitting up in hospital room for two months holding her hand, because the doctor could see in your eyes that the term “visiting hours” don’t apply to you
You don’t know about real loss, cause that only occurs when you love something more than you love yourself.
I doubt you’ve ever dared to love anybody that much”
Fiuhhh…dialog yang luar biasa indah. Merinding saya mendengar Robin William mengucapkannya dengan penuh expressi. Read it very very slowly all the bold sentences. And, I think you should watch the movie too, if you have not seen yet. Luar biasa, apalagi dengan acting si actor kawak Robin Williams itu. Buaaagus sekali.
Selama mendengarkan penuturan Sean, si Will tampak termenung-menung. Dia baru menyadari bahwa semua yang dia miliki hanyalah teori. Teori yang di abaca dibuku. Teori yang dengan sombong dia gunakan untuk menjatuhkan semua psikolog yang ditemuinya. Teori yang membuat dia merasa hebat dan menganggap bisa ‘membacai’ orang lain hanya dengan melihat lukisan atau membaca judul buku pemiliknya.
Boleh saja dia mengetahui semua detail mengenai Michelangelo tetapi dia tidak pernah tahu rasanya berdiri dan melihat langsung hasil karya si Maestro Michelangelo di Sistine Chapel. Merasakan daya mistis yang dipancarkan oleh hasil karya Michelangelo dan merasaka suasana hening yang merasuk hingga ke relung hati terdalam dia.
Boleh saja dia mengetahui segala macam perang dan sejarahnya, tapi dia belum pernah merasakan berada di tengah2 medan perang. Dan merasakan bagaimana rasanya memeluk teman di pangkuannya, tersengal-sengal dengan nafas satu dua berharap pertolongannya.
Setelah mengucapkan kalimat di atas, Sean langsung meninggalkan Will Hunting yang termenung-menung di taman itu. Dan setelah itu barulah dia mau membuka diri untuk disembuhkan oleh Sean.
Sering terjadi dalam hidup kita, anak2 pinter mendebat orang tua atau gurunya karena merasa lebih pinter, lebih genius, lebih tinggi IQnya, lebih cepat di dalam berhitung, lebih luar biasa memorize something. Atau tidak mau mengikuti pelajaran atau mendengar ocehan gurunya karena cara ngajarnya GJ atau CUPU (istilah popular kalian kalau lagi sebel sama guru atau orang tertentu bukan?).
Sepandai apapun kita, setinggi apapun IQ yang kita miliki, kalian pasti kalah di dalam pengalaman dibandingkan senior2 kita, apalagi terhadap ortu kita. Kita pasti kalah jam terbang, kita pasti kalah jumlah tarikan nafas dan detak jantung, kita pasti kalah di dalam mengalami detik-detik kehidupanSaya pernah mengalami kejadian yang membuat saya sangat shock ketika sekitar tiga tahun lalu saya mengirimkan email ke salah seorang anak super genius didikan Prof. Yohannes Surya, kita sebut saja namanya Obama J (kebetulan saya mengetikkan tulisan ini sembari nonton debat Obama vs Romney).
Si Obama ini terkenal sangat menonjol diantara anak2 lain yang memang rata2 pinter itu. Dia juga pernah memenangi Gold Medal dalam ajang International Physic Olympiad dan kemudian diterima di Universitas Engineering paling bergengsi di seantero jagad, MIT.
Ketika itu putera pertama saya sedang mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kuliah, jadi kami masih dalam taraf mencari-cari Universitas yang paling tepat untuk dia. Beberapa orang, termasuk Pak Yohannes sendiri menyarankan untuk mendaftarkan anak saya ke Top Uni di US seperti anak2 didik Pak Yo lainnya juga.
Saya sendiri, yang produk Universitas local ini, buta sama sekali mengenai Uni2 Top itu, tahunya cuma Satya Wacana, Trisakti, UnPar, Petra, Ubaya dan beberapa Uni local lainnya. Sedangkan Uni2 di luar sana, jauhlah dari radar saya. Namun karena dikompori terus2an selama berbulan-bulan, akhirnya saya cari tahu juga informasi yang namanya Top Uni itu.
Begitu saya baca biaya kuliahnya….alamaakkk…mampus deh. Gile bener. Tuition and living expense di Top 10 Uni di US rata2 sekitar 60,000 USD, ini untuk kuliah selama 9 bulan, diluar summer. Termasuk di dalamnya tuition and fees, room and board, book and personal expenses. Atau sekitar 70.000 hingga 80.000 per tahun jika termasuk Summer, alias sekitar 672 – 768 juta rupiah per tahun dengan kurs 1 USD = Rp. 9.600,-. Atau sekitar 56 – 64 jt rupiah per bulan.
Gila nggak? Gila kan ya biaya semahal itu hanya untuk sekolah? Gak ya…wkwkwk…ya mungkin bagi sebagian orang tidak ada artinya. Tapi bagi saya itu jumlah yang membuat kepala saya pusing tujuh puluh keliling..
Nah, karena biayanya yang auzubillah ini, maka saya merasa perlu menanyakan apakah kiranya sepadan biaya yang akan dikeluarkan dengan hasil akhirnya setelah kuliah? Saya rasa pertanyaan ini sangat wajar dan masuk akal bukan? Kalau tidak sepadan, mending sekolah di Indonesia saja, atau Singapore atau Malaysia atau Australialah yang paling jauh.
Karena tidak ada yang bisa saya tanya, maka saya cari tahulah email si Obama ini, yang akhirnya saya dapatkan setelah tanya kesana kemari. Kemudian saya kirimlah email saya ke si Obama menanyakan bagaimana kabar dia disana, bagaimana kompetisi disana, dan yang paling penting apakah menurut dia sepadan biaya yang akan kami keluarkan dengan hasil yang dia peroleh disana?
Secara untung2an email saya kirimkan ke Obama. Ehhh…tidak saya sangka ternyata beliau mereply email saya, wahh seneng sekali mendapat jawaban orang sepinter Obama. Namun begitu saya baca isinya, membaca tata bahasanya saya langsung kehilangan respect.
Obama seakan-akan sedang menguliahi anak ingusan yang baru masuk kampus, mengatakan bahwa sebagai orang tua, saya tidak boleh menggap putera saya sebagai anak kecil, tidak boleh memutuskan apa yang terbaik bagi putera saya dll dll. Welehhh…belum tahu si doi bagaimana rasanya nanti kalau sudah menjadi orang tua. Lha saya rasa saya ini seumuran dengan ortunya, tapi cara dia menguliahi saya sungguh luar biasa, mirip si Will Hunting menguliahi Sean mengenai buku2 dan lukisannya :).
Oleh karena itu, meskipun orang tua yang kita hadapi tampak lambat di dalam memutuskan, sering lupa, tidak responsive, menjengkelkan dlsb, kuno, kurang canggih, dlsb cobalah mendengarkan dahulus. Janganlah merasa sok tahu dulu. Cobalah bersikap simpatik tanpa harus membuat orang lain sakit hati, dan cobalah meresapi dan mengambil intisari perkatannya.
They live longer than us, pasti ada banyak hal yang bisa kita petik, jika kita mau mendengarkan. Percaya deh…cobalah untuk mendengarkan terlebih dahulu, sebelum kita membuka mulut.
Wah wah wah… Pak Guntur yang biasanya menguliahi orang sekantor (seingat saya dulu begitu) ternyata dikuliahin sama anak ingusan. Kuliahin balik Pak!!! Biar tau rasa hahaha… Like this one: “Cobalah bersikap simpatik tanpa harus membuat orang lain sakit hati…” Secara gak sadar/tidak disengaja, pasti kita pernah membuat orang sakit hati dengan perkataan kita. Tapi kalo sering2 ntar gak ada orang yang nyaman berada di dekat kita. Jadi saya rasa kita perlu lebih simpatik. Thanks for reminding us about this.
Hehehehe…berarti sayanya kualat ya Zun wkwkwkwk…
Gak lah, saya malah mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya, dan…tidak menghubungi dia lagi 🙂
Pak Guntur punya rekomendasi film lain yang bisa dishare? Kayaknya Pak Guntur punya hobi nonton film, bagaimana kalau Pak Guntur membuat satu kategori baru “Movies” atau “Recommended Movies” ?
Sandi, kamu seperti bisa membaca pikiran saya. Saya memang ada rencana seperti itu, cuma saya belum tahu formatnya. Dan saya kurang pandai mengkritik film. Tapi let me think about it.
Tq buat usulannya. Great input 🙂
wah ini mah film bagus pak, saya nntn ini pas masih zaman kuliah.
Good will hunting masuk top 250 di IMDB dan Robin Williams menang Oscar dari film ini.
Kebetulan saya masih simpan filmnya, bsk2 saya share di kantor 🙂
saya boleh ikut ngopi filmnya? 😀
boleh donk 🙂
ngomong2 bisa ditemuin dimana ya? hehe
nanti saya share link path komputer, lgsg copy dari sana.
Lah kok ini jadi bursa copy meng copy film ya wkwkwkwk… Ya sudah monggo dilanjut copy darat sana 🙂
What a beautiful and deep dialogue..almost brought tears in my eyes (kalau ga malu sama org2 di sekitar,bisa nyari tissue deh hehehe made me reflect on my life..however grand or simple event happen in my life,as long as I can appreciate it,it will make my life more meaningful..ps:abis ini nyari filmnya ah hehehehe
Hehehehe…kalau mau mewek, mewek aja, daripad ntar meledak wkwkwkwk… 🙂