Duhh…kok sampai begitunya sih…

Ketika lagi asyik menyendok soto ke mulut saya, saya tertarik mendengar suara cempreng seorang Tante dengan pakaian dan dandanan menyala, sedang berbicara dengan penjual majalah di depan rumah makan tempat saya singgah siang itu.

Sebenarnya bukan hanya karena suaranya yang cempreng itu yang menarik saya, tetapi isi pembicaraan si Tante dengan penjual majalah itu yang menarik perhatian saya.

“Pak, tiga ribu aja deh. Masa tabloid begini aja  enam ribu sehh” si Tante mencoba menawar tabloid yang dipegangnya.

“Aduh bu, kagak bisa. Kan harganya sudah tertera di tabloid itu”, kata di bapak memelas.

“Ya udah, tiga ribu lima ratus deh. Ya..ya…” rayu si Tante lagi sembari membuka tas cangklongnya bermerk LV, yang tentunya asli.

“Jangan bu, saya untungnya juga tidak seberapa”, tambah memelas suara si bapak

“Ya udah, tiga ribu tujuh ratus lima puluh ya.. Ya deh pak, ntar saya jadi langganan lho” si Tante memperdalam rayuannya.

Tawar menawar ini berlangsung cukup lama, dengan kenaikan dua ratus lima puluh setiap kali si Tante menawar. Setelah beberapa saat akhirnya terjadi kesepakatan di harga lima ribu rupiah, dengan wajah keduanya tampak kurang gembira. Si Tante tidak happy kareka tidak mampu menawar seperti yang dia kehendaki, sedangkan si bapak juga tidak gembira karena keuntungan yang dia peroleh semakin tipis.

Saya tersenyum sendiri memperhatikan tawar menawar itu, saya jadi teringat kejadian puluhan tahun yang lalu, ketika saya masih dimahkotai jabatan Manager IT di salah satu anak perusahaan Astra. Dengan posisi ini, saya bagaikan raja kecil di perusahaan raksasa itu.

Ketika itu posisi saya cukup menentukan didalam memilih produk dan jasa yang diperlukan oleh perusahaan, bahkan boleh dikatakan saya sendiri yang menentukan hardware ataupun software yang dibutuhkan di perusahaan itu.

Pada saat itu saya masih semangat2nya, masih berjiwa muda, dan sangat idealis. Pembekalan Basic Mentality yang diberikan perusahaan benar2 membekas kuat di benak saya, bahwa saya harus DO THE BEST FOR THE COMPANY.

Setiap kali perusahaan memerlukan hardware maupun software, maka saya akan melakukan research dulu (jiaahhh…istilahnya keren…research) alias tengak tengok dulu harganya di Glodok atau Mangga Dua Mal, setelah itu barulah saya minta penawaran dari beberapa vendor hardware atau software.

Setelah saya menerima penawaran, maka si vendor akan saya tawar habis2an, mirip seperti yang dilakukan si Tante tadi, dengan mengatakan bahwa: ”Lah…saya kan sudah cek harga di Glodok / Mangga Dua cuma segini. Yang bener aja. Kamu untungnya kebanyakan”. Begitulah cara saya menegosiasikan harga terhadap semua vendor yang berani menawarkan produk atau jasanya ke perusahaan tempat saya bekerja.

Hal ini berlangsung cukup lama sampai saya mendengar langsung salah satu vendor, sembari guyonan dan takut2 mengatakan begini “Kamu ini kok lebih pelit daripada pemiliknya sih Gunnn. Kita juga perlu makan lahh yaw, perlu kasih gaji pegawai, perlu untung dikit2, jangan disamain dengan Glodok dong. Selain itu kan kita juga kasih service lebih daripada yang di Glodok. Kan kamu tinggal telpun kita2, sabtu minggu kita juga siap datang. Kalau di Glodok kan kagak mau mereka datang dlsb dlsb..”. :P.

Dheggg…saya, meskipun saat itu berkilah macam2, tetap merasa seperti kejatuhan duren di kepala saya. Service…Sabtu…Minggu…perlu makan…SERVICE lebih…dlsb dlsb. Iya ya, saya kadang kalau minta tolong sering gak ingat waktu, kalau suruh mereka datang harus secepatnya, kalau perlu ini itu harus ada dlsb dslb… Tapi kok saya tidak menghargai hal itu ya?

Sejak saat itu saya jauh lebih bijak di dalam bernegosiasi, kadang2 meskipun harga yang ditawarkan oleh vendor saya lebih mahal daripada yang lain, namun saya berani memutuskan untuk membeli dari dia asalkan SERVICE yang dia berikan lebih baik.

Saya tekankan kata SERVICE disini, karena disinilah biasanya kita lupa menghargai atau mengapresiasi suatu produk atau jasa. Produk atau jasa yang ditawarkan oleh setiap vendor bisa sama, asalkan deskripsi produk atau jasa yang kita berikan jelas. Namun SERVICE atau LAYANAN bisa berbeda, tergantung dari komitmen, kemampuan, kepemimpinan dan bahkan integritas dari vendor tersebut.

Sekarang saya berada pada posisi sebagai vendor, dunia terbalik, saya berada pada posisi yang dulu saya kerjain, dan saya baru merasakan bagaimana rasanya dikerjain oleh anak2 muda yang masih sok idealis seperti saya dulu wkwkwkwk …. Saya sekarang berada pada posisi si bapak penjual majalah yang sedang menghadapi si Tante…Karma…

Mereka menawar sampai saya tidak bisa bernafas, sampai bengek saya kambuh hahahaha…. Yang lebih parah, sudahnya diperas habis, SERVICE yang dituntut tetap PREMIUM. Hmmm…. Untung saya bukan tukang becak, karna kalau pernah nawar tukang becak keterlaluan, si pak becak biasanya nyeletuk: “Nawar murah kok njaluk slamet”, (terjemahan bebasnya: Menawar murah kok minta selamat) wkwkwkwkwk…

Untunglah saya pernah mengalami sendiri hal seperti ini sehingga saya hanya bisa tersenyum kecut mengingat karma yang saya alami. Namun beberapa client yang sudah berpengalaman, biasanya sangat bisa menghargai SERVICE yang kami berikan sehingga kami tidak perlu bernegosiasi seperti si Tante di atas.

Semoga bagi adik2 yang nantinya mulai memasuki dunia kerja, hargailah produk atau jasa yang kalian beli secara menyeluruh, artinya jangan hanya melihat spesifikasi produk atau jasa yang ditawarkan, tetapi juga beberapa hal lain seperti yang saya sebutkan di atas. Nilailah secara fair dan secara total.

Kadang kita bisa dapat harga PALING MURAH, tetapi karena si penjual / vendor tidak bisa bernafas, bagaimana mungkin dia bisa memberikan SERVICE terbaiknya, lha untuk bernafas saja sudah susah. Kalau sudah begini masih diomelin, pilihannya tinggal si penjual / vendornya pingsan atau tewas atau … kabur wkwkwkwk…

Jangan ikut2an si Tante itu yang menawar hanya karena kepuasan pribadi, kepuasan bisa menawar. Saya yakin bagi si Tante uang sejuta juga tidak ada artinya mengingat penampilannya yang seronok itu. Tapi uang seribu sangat berarti bagi si Bapak. Buat apa sih uang beberapa ribu rupiah bagi si Tante, jumlah itu tidak akan membuat dia lebih kaya, tetapi bisa membuat hidup si Bapak lebih indah dalam sehari.

Kalau ingat hal ini, saya sering mengingatkan istri atau anak2 saya untuk janganlah keterlaluan menawar tukang buah atau sayur, apalagi yang kita negosiasikan adalah uang seribu atau dua ribu perak, yang tidak terlalu bernilai bagi kita namun sangat berarti bagi mereka. Kadang kita lupa, yang kita lakukan sebenarnya hanyalah kepuasan batin bahwa kita bisa menawar paling murah, paling pinter nawar, menaklukkan si pedagang, padahal bagi si bapak pedagang sayur atau buah itu, bagi orang lain, hal itu adalah masalah mati dan hidupnya.

So, please be wise….

8 thoughts on “Duhh…kok sampai begitunya sih…

  1. Setuju Oom Guntur….
    Soal nawar saya juga terkenal ngak bisa nawar… atau mungkin orang bilang kurang kejem nawar nya… maka setelah beli saya males nge check harga sebelah… udah gua beli dan gua rela.. ya udah. Namun yg saya paling empet kalau ke restaurant yg doyan charge Aqua rp 25 rebu.. dah gitu dikasih aqua botol kecil pula.. busettt….. saya pikir.. ini resto kalau memang mau jualan makanan ya jual lah dengan untung di makanannya bukan di jualan air minum. Kalau merasa makanannya kurang enak maka untuk mancing orang mau makan mesti di kasih harga miring lalu di akali di minuman nurut saya sih ngawur. Saya malah merasa gua diakali…Konsep marekting yg dodol banget.

    Tapi ada lagi resto yg terang2 an doyan ngetok….
    Resto ini ada nya di bandara Sukarno Hatta…namanya lupa… bisa milih makanan yg udah siap… seperti di kantin… Kurang lebih harganya 2 X harga wajar. Prinsipnya… setiap hari ada ribuan orang yg ke airport … gua ngak ngarepin elu datang ke resto gua lagi. Silahkan makan sambil ngedumel.

    • Huahahaha…ya begitulah Om yang namanya resto, biasanya air minum jauh lebih mahal daripada makanannya. Krn katanya kita bisa hidup tanpa makan, tapi tidak bisa hidup tanpa minum wkwkwkwk…kali lho…
      Kalau resto di Airport memang begitu, pertama karena kita hanya sekali kesana, kedua, banyak yang jemput atau nunggu, bingung mau kemana, jadi “terpaksa” nongkrong di resto 🙂

      GBU

  2. Berarti saya harusnya bersyukur karena gak dibekali ilmu “ngenyang” (baca:nawar) yang memadai ya Pak Gun ? 😀

    • Ya kalau gak nawar sama sekali juga gak baik ya, yang namanya penjual ya berusaha untung sebesar-besarnya. Tapi kita bisa tahulah kapan saatnya kita berhenti untuk menawar, kapan kita masih perlu menekan. Jangan tahunya tekan aja, ntar penyet yang ditekan 🙂
      GBU

  3. ehmm,,, IMO terkadang orang2 yg berduit lebih sayang mengeluarkan duit kecil daripada duit besar,,, ( beberapa x saya melihat kejadian seperti ini di sekitar saya.. :D, meskipun tidak semuanya seperti itu.. )
    seperti kisah Om sendiri yg melihat tante2 tersebut. padahal gayanya sudah parlente.. tapi untuk hal seperti itu saja nawarnya masih sadis.. >.<. tapi jika membeli barang2 branded seperti membeli kacang 😛

    IMO jika kita bisa mendapatkan barang sesuai dengan harga yg kita twarkan, seperti ada kepuasan tersendiri hahahhaha 😀 *pengalaman ndiri 😛 tapi saya tidak akan menawar sesadis tante tsb tentunya

    tapi saya prefer membeli barang yg sudah fixed ( apalagi kalo d potong disc/ lagi sale… huwalah.. racun buat para wanita 😀 hahaha )

    • Dear Desy,

      Pendapatmu ada benarnya, kadang orang berduit menjadi tidak make sense ketika berhadapan dengan barang2 yang menyangkut gengsi atau ego mereka.

      Banyak yang kalau dimintai sumbangan sosial langsung berlagak paling kere sedunia, namun ketika lagi berbelanja tas atau jam tangan yang harganya ratusan hingga miliaran rupiah tidak berkedip sekalipun :).

      Semoga kamu nanti boleh menjadi orang yang berjiwa sosial meskipun tukang tawar 🙂

      Salam,

      • wah comment saya d balas. 😀

        Yaps jika sudah menyangkut Gengsi… logika terkadang sudah menjadi no sekian….

        huwaaa tukang tawar, seperti apa saja. hahahahha 😀
        tapi terimakasih Om atas wishesnya 🙂

        • Saya akan mencoba membalas setiap komentar Des, karena saya menghargai setiap komentar yang masuk.

          Hanya kadang bisa langsung/cepat, kadang lamaaaa 🙂

          Oya saya salah kasih title, harusnya Negotiator ya, lebih keren wkwkwkwkw….

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s