May We Live a Beautiful Life… (1/3)

Banyak yang mengatakan bahwa Life Begin at 40, tapi saya merasakan Worry Begin at 40.Tulisan ini tidak hanya saya tujukan kepada teman2 sebaya, tetapi juga buat para remaja yang sekarang ini dikeliling beragam pilihan makanan yang luar biasa menggiurkan tetapi juga luar biasa “beracun”.

Mengapa demikian?

Dulu ketika saya usia saya masih dibawah 40, kakak perempuan saya yang tertua tanpa lelah memberikan petuah2nya mengenai pentingnya hidup sehat, melarang makan ini itu, suruh sering berolahraga, mengunyah makanan 30 – 50 kali sebelum di telan, minum air putih paling tidak 2 gelas setiap bangun tidur (ini sampai sekarang sudah menjadi kebiasaan saya) dan segudang nasehat2 lain sehubungan dengan kesehatan. Tapi semua itu hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan, woozzz….lupa :).

Lha bagaimana semua nasehat itu mau nyantol di otak kalau kita lagi diusia produktif2nya, lagi semangat2nya mengejar karier serta lembaran2 bergambar Jendral Sudirman. Bagaimana mau percaya kalau sedikitpun tidak ada tanda2 kelelahan meskipun harus melotot 3 hari non-stop, hanya diselingi tidur ayam beberapa jam, untuk mengejar dateline project? Jadi setiap kali dikuliahi seperti itu, saya hanya mangut2, sembari cepat2 mengalihkan topic pembicaraan atau pelan2 minggat :).

Namun begitu usia mencapai kepala 4 (mudah2an ada juga adik2 saya yang membaca tulisan saya ini supaya menjadi early warning), just suddenly, mirip seperti saklar on-off lampu yang diswitch ON, tiba2 bermacam-macam tanda penuaan tubuh yang tidak pernah saya rasakan dan bayangkan sebelumnya, langsung muncul.

Pertanda pertama

Tanda pertama yang hampir pasti menyerang orang dengan umur berkepala 4 adalah munculnya gangguan pada mata jika digunakan untuk membaca buku/Koran/computer alias muncul positive di mata kita. Tadinya saya sendiri tidak menyadari hal ini, kok tiba2 membaca buku menjadi kabur (ketika itu saya menggunakan kacamata jauh (negative).) Karena malas harus melepas kacamata negative kalau ingin membaca atau mengetik sesuatu di notebook, maka tanpa sadar saya akan mengintip melalui bagian bawah kacamata, atau mengangkat kacamata sedikit. Atau memelorotkan kacamata, persis lagaknya seperti engkong2 begitu.

Gaya ke’engkong-engkongan’ saya itu terjadi tanpa saya sadari, hingga suatu waktu ketika saya sedang berkumpul dengan teman2 seumuran yang rata2 berumuran sekitar 40 an. Ketika itu saya melihat teman saya membaca dengan cara engkong2 tadi, dan sayapun menanyakan sejak kapan jadi engkong begitu. Dia bilang baru2 aja, kemudian teman2 lain juga serentak mengatakan “Gua juga lho, ga bisa baca deket lagi”.

Degggg….sayapun kaget kok bisa ya kejadian ini menimpa hampir semua teman2 seumuran saya. Jadi kalau mau tahu orang itu sudah berumur di atas 40, secara umum, tinggal melihat kelakuannya pada saat membaca dekat :). You can not anymore fool young girls, man :).

Pertanda kedua

Tanda kedua yang saya rasakan adalah kemampuan mengingat tiba2 drop dengan sangat significant. Hal-hal yang bersifat sangat remeh saja bisa lupa, misalnya makan apa kemarin malam, kemana tiga hari yang lalu, nonton acara TV apa seminggu yang lalu dll. Saya lebih sering lupa daripada ingat sehingga dengan sadar diri saya deklarasikan di antara partner kantor bahwa saya adalah si pikun. Jadi jangan nanya2 hal detail ke saya kalau sudah terjadi beberapa hari lalu. Untungnya saya masih ingat kewajiban mentransfer gaji karyawan setiap akhir bulan :).

Salah satu rekan kantor saya yang seumuran saya, terkenal memiliki memory yang kuat sekali. Dia bisa ingat keputusan2 rapat yang sudah berminggu-minggu sebelumnya. Dia seringkali menjadi rujukan saya kalau harus mengingati-ingat keputusan2 rapat yang lalu2. Dan dia menyadari kelebihannya ini, sampai beberapa kali, dia bahkan tidak ingat keputusan2 rapat yang “hebatnya” masih saya ingat :). Cuma bedanya, saya mendeklarasikan kalau saya suka lupa, dia masih petentang-petenteng seakan-akan memorynya masih prima, padahal ternyata sama pikunnya dengan saya :). Lucunya hal ini juga terjadi terhadap teman2 lain yang seumuran saya, yang tidak malu mengakui bahwa kepikunan sudah mulai menyerang :).

Continue to Part 2…

2 thoughts on “May We Live a Beautiful Life… (1/3)

  1. hahhahhahahah ketawa saya baca tulisan om yang ” Untungnya saya masih ingat kewajiban mentransfer gaji karyawan setiap akhir bulan ”
    wakkakakkakaakakakakka
    kalau sudah gaji ma itu hal besar bukan hal kecil lagi 😛 hihihihi
    teman kerja saya saja yang gajinya telat sehari sudah ngedumell.. apalagi karyawan yg sudah berkeluarga,, hemm no comment dah saya =_=

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s