Diperbudak Barang

Suatu pagi, ketika saya keluar dari pintu rumah, mata saya tertarik dengan pemandangan tidak biasa di halaman rumah saya. Saya melihat motor supir saya tertutup oleh koran-koran bekas dari depan sampai belakang, dari atas sampai bawah mirip seperti fashion show dadakan pakai koran bekas :). Setelah saya singkap ternyata yang ditutupi koran itu adalah motor baru supir saya yang selama ini dia idam-idamkan.

Saya tersenyum melihat hal tersebut, hehehe….masih hot nih ye. Namun hal ini mengingatkan saya pada dua kejadian serupa beberapa tahun lalu.

Kejadian pertama adalah ketika seorang kerabat dekat mengadakan syukuran menempati rumah barunya yg mewah. Dia mengundang seluruh keluarga dan teman2 dekat dalam suatu acara makan malam yang sangat meriah. Ratusan undangan menghadiri acara makan malam yang dilimpahi makanan dan minuman yang lezat2.

Tuan rumah terlihat sangat bungah dengan mengalirnya kehadiran tamu yang tidak henti2nya. Suasana semakin lama semakin meriah namun wajah nyonya rumah bukan semakin cerah namun semakin pucat pasi. Saya perhatikan kerabat saya itu sama sekali tidak menikmati kemeriahan acara syukuran itu, malah terlihat ngomel panjang pendek sambil sebentar2 kesana-kemari membawa kain lap dan pel.

Selidik punya selidik ternyata si nyonya rumah kebingungan karena para tamu seenaknya sendiri menaruh gelas minum bekas pakai, padahal sekeliling ruangan dilapisi marmer import yang kata kontraktornya bisa menyerap cairan yang tumpah seperti Fanta atau Coca-cola yang berwarna-warna itu. Ohhh…pantas, instead of menemani para tamu undangan berbincang-bincang, si nyonya rumah rupanya sibuk dengan acaranya sendiri hunting gelas-gelas bekas yang bertebaran di seluruh pojok rumah.

Kejadian kedua adalah ketika saya baru memasuki dunia kerja sekitar tiga puluh tahun yang lalu. Ketika itu moda angkutan favourite kami sebagai trainee adalah angkutan umum sebangsa mikrolet, bis dan yang paling hebat adalah motor :). Namun ada seorang teman saya yang jauh lebih beruntung dibandingkan trainee2 lain.

Teman saya yang berperawakan tinggi dan berwajah tampan ini berhasil menggandeng seorang cewek trainee yang satu angkatan di bawahnya. Pacarnya ini kebetulan anak seorang pengusaha sukses yang bawaannya kemana-mana adalah BMW 530!.

Ketika itu, BMW 530 hanya dikendarai oleh kalangan tertinggi di perusahaan-perusahaan besarnya, jumlahnyapun di jalanan belum seperti sekarang ini banyaknya. Bahkan pernah ketika si pacar membawa BMW nya ke kantor, dan memarkir mobilnya tersebut di area parkir khusus direksi, seluruh kantor ribut kok ada BMW yang bukan milik Presdir ada di parkiran seharian :).

Nah, pada saat itu, kami, para trainee yang pada culun2 ini ingin sekali merasakan bagaimana sih rasanya naik mobil mewah tersebut, maklum rata2 teman2 trainee ketika itu, termasuk saya, berasal dari kota kecil, kalau tidak mau disebut desa. Jadi melihat ada teman seangkatan yang kemana-mana membawa atau lebih tepatnya ‘menyupirkan’ BMW, ya kami jadi ingin merasakan juga dong.

Setelah itu kami berganti-ganti menggoda teman kami ini mbok ya sekali-sekali kita-kita ini diajak makan siang pakai BMW 530. Eh…dasar teman kami ini memang sok pamer, godaan kami akhirnya berhasil juga. Kok ya kebetulan teman kami ini sudah beberapa kali membawa sendiri mobil pacarnya itu, maka suatu siang dengan bangganya dia mengajak saya dan 2 orang teman kami lainnya makan siang.

Sepanjang perjalanan kami bertiga memuji-muji dia yang luar biasa beruntung ;), sementara kami masih naik motor dia sudah naik BMW 530. Sepanjang jalan itu juga dia kelihatan sumringah, hidungnya kembang kempis kesenangan :):):).

Namun selama makan siang hari itu saya memperhatikan peristiwa berharga yang tidak akan saya lupakan seumur hidup saya. Hampir setiap menit, dia keluar menengok mobilnya, hampir setiap saat dia kelihatan gelisah padahal saya tahu dia orang paling ceria dan juga paling doyan makan. Dia yang biasanya sanggup menghabiskan 7 porsi nasi putih dan 5 potong ayam KFC, jadi nggak nafsu makan.

Makan siang kami yang biasanya ditingkahi guyonan2 dia yang emang edan ini, kali ini tidak seperti biasanya. Kami bertiga jadinya malah menggoda dia selama makan siang itu, namun dia tidak berubah, tetap gelisah bangkit berdiri menengok ke mobilnya yang mewah itu :).

Hmmm….saya berpikir, buat apa ya memiliki barang kok seperti diperbudak begitu. Bukannya menikmati, malah jadi sengsara. Bukannya membuat kita lebih bahagia, malah membuat kita lebih susah.

Sejak saat itu saya tidak membeli barang yang menurut saya masih belum mampu saya beli, masih belum pantas saya miliki. Namun apabila saya sanggup membelinya, saya akan menikmati barang yang saya beli sepenuhnya, bukan sebaliknya barang itu menikmati kesengsaraan saya.

Saya masih sering melihat orang yang membeli mobil baru, setelah satu tahun plastik penutup joknya masih juga belum dicopot dengan alasan takut kotor. Atau ada juga yang menutup jok kulit yang halus dan nyaman itu dengan cover seat murahan hanya agar supaya tidak rusak sehingga nanti “kalau dijual lagi” nilainya masih tinggi :).

Saya pikir, kalau kita mau beli mobil atau apapun, ya nikmatilah sepuas-puasnya. Justru pada saat akan dijual kembali joknya perlu dipasangi seat cover, bukan sebaliknya. Justru pada saat awal beli itulah kita harus menikmati sepenuh-penuhnya, karena setelah setahun kemudian, mobil itu bukan mobil baru lagi, mobil itu statusnya sudah bekas, bahkan setelah 1 hari keluar dari showroom. Sobeklah plastiknya, kendarai mobilnya, kalau nyenggol dan penyok ya masukin bengkel untuk diperbaiki, itulah gunanya asuransi dan bengkel ketok magic, tak iyaaa :).

Betul gak sih pendapat saya ini wahai para pembaca yg budiman?

 

4 thoughts on “Diperbudak Barang

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s